NUIM HIDAYAT

HM Rasjidi, Menteri Agama RI Pertama

Dalam perjalanan sejarah pemikiran Islam di Indonesia, nama Prof Dr Rasjidi patut dijadikan teladan. Menteri Agama RI yang pertama ini tercatat sebagai salah satu tokoh Islam terkemuka dan ‘perintis’ tradisi intelektual di Indonesia. Ia diangkat pada tanggal 3 Januari 1946 berdasarkan maklumat Pemerintah Republik Indonesia tentang berdirinya Kementerian Agama RI. Ia juga merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia bidang Hukum Islam dan Lembaga-Lembaga Islam, pada 20 April 1968.

Rasjidi menyelesaikan gelar doktornya di Universitas Sorbonne, Paris, tahun 1956. Di samping berbagai buku penting telah ia lahirkan, Rasjidi juga pernah menjadi pengajar di McGill University, Kanada. Tapi, meskipun akrab dengan pusat studi Islam di Barat, Rasjidi termasuk sedikit cendekiawan yang selamat dari jebakan pemikiran kaum orientalis. Ia bahkan kemudian menjadi salah satu pengritik yang tajam dari pemikiran-pemikiran kaum orientalis dan pengikutnya di Indonesia.

Siapakah Rasjidi? Lelaki bertubuh mungil ini memiliki nama kecil Saridi. Ia lahir di Kotagede Yogyakarta pada Kamis 20 Mei 1915 atau 4 Rajab 1333 H. Ia anak kedua dari Bapak Atmosugido. Pendidikan dasarnya ditempuh di sekolah Muhammadiyah Yogyakarta. Rasjidi kemudian melanjutkan sekolah menengahnya di perguruan Al Irsyad al Islamiyah, Malang, dibawah pimpinan Syekh Ahmad Surkati, pendiri organisasi Al-Irsyad Islamiyah. Rasjidi termasuk yang sangat tinggi semangat mencari ilmunya, karena ia diajar oleh guru-guru yang bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari Mesir, Sudan dan Mekkah.

Syekh Ahmad Surkati pendiri al Irsyad al Islamiyah, mendidik langsung Rasjidi dengan seksama. Menurut Surkati, Rasjidi adalah anak yang tekun dan cerdas, sehingga dicintai gurugurunya. Kepandaian Rasjidi dalam bahasa Arab – mampu menghafal kitab Alfiyah Ibnu Malik dalam usia 15 tahun — menjadikannya diangkat sebagai asisten pelajaran gramatika bahasa Arab. Dalam usia remaja itu, Rasjidi juga hafal buku logika Aristoteles berjudul “Matan as Sullam.”

Baca juga: HM Rasjidi, Melihat yang Tidak Terlihat

Perkenalannya dengan banyak guru Timur Tengah itu, menjadikan Rasjidi bersemangat untuk melanjutkan studinya di Mesir. Di Mesir, selain mempelajari ilmu-ilmu agama, di Sekolah Persiapan Darul Ulum (setingkat Sekolah Menengah) ia juga diajar aljabar, ilmu bumi, sejarah dan lain-lain. Rasjidi menguasai bahasa Prancis, Inggris, Arab dan Belanda tentunya. Ia pun menjadi seorang hafizh, hafal Al-Qur’an 30 juz.

Soebagijo IN menceritakan: “Dengan diantar oleh Syekh Thantawy Djauhary pengarang Tafsir al Jawahir yang masyhur serta sahabat karib Syekh Ahmad Surkati, dia mendaftarkan ke Sekolah Persiapan untuk memasuki Sekolah Guru Tinggi bahasa Arab yang bernama Darul Ulum (kelas III) … Rasjidi diuji untuk masuk kelas V. Di kelas itu dia belajar 8 bulan lamanya, dan akhirnya berhasil meraih diploma Sekolah Menengah Umum dengan agama dan hafal Al-Qur’an secara lengkap, yakni 30 juz Al-Qur’an, di samping mendapatkan sertifikat untuk mata pelajaran bahasa Inggris dan Prancis. Karena di sana berlaku sistem Prancis, maka di Mesir diploma Sekolah Menengah Lanjutan disebut surat ijazah Baccalaureat. Dengan ijazah Baccalaureat itu, Rasjidi berhak meneruskan ke perguruan tinggi.”

Pilihannya kemudian diarahkan ke Universitas Al Azhar, Kairo. Di sana ia mengambil jurusan Filsafat dan Agama. Setelah empat tahun belajar di situ, ia mendapat gelar Licence (Lc). Di kelas itu mahasiswanya hanya tujuh orang. Ia menempati rangking satu mengalahkan mahasiswa dari Mesir, Albania dan Sudan.

Setelah kembali ke tanah air beberapa tahun, Rasjidi melanjutkan kuliahnya di Fakultas Sastra, Universitas Sorbonne, Paris. Pada hari Jumat, 23 Maret 1956, Rasjidi akhirnya meraih gelar doktor di universitas terkemuka itu dengan disertasi berjudul l’Evolution de l’Islam en Indonesie ou Consideration Critique du Livre Centini (Evolusi Islam di Indonesia atau Tinjauan Kritik terhadap Kitab Centini).

HM Rasjidi adalah Menteri Agama RI pertama. Di pemerintahan, ia juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI di Mesir, Arab Saudi dan lain-lain. Sebelumnya di bidang organisasi, ia pernah terlibat diantaranya dalam organisasi PII dan Masyumi. Ia juga pernah aktif sebagai Dosen di Sekolah Tinggi Islam (UII) Yogyakarta, Guru Besar Fakultas Hukum UI, Guru Besar Filsafat Barat di IAIN Syarif Hidayatullah dan menjadi Dosen tamu di McGill University.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button