Fanatisme Kelompok, Haram!
Sebelum Rasulullah Saw diangkat menjadi Nabi dan Rasul, kita mengetahui bahwa masyarakat Makkah adalah masyarakat jahiliyah. Menurut Prof. Rawas Qal’ah Jie dalam kitabnya Qiraatus Siyasah Li Sirah Nabawiyah, mereka telah kehilangan ikatan antara individu-individunya, yang ada hanyalah ikatan kesukuan (rabithah qawmiyah) yang tegak di atas asas ‘ashabiyah (fanatisme) jahiliyah.
Bahkan, di dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam diterangkan bahwa kabilah-kabilah di Mekah seringkali berselisih hingga terjadi peperangan di antara mereka. Persaingan antara Bani Abdu Manaf bin Qushai dengan Bani Abdudaar bin Qushai adalah salah satu contohnya. Mereka nyaris berperang untuk memperebutkan hak menjaga Ka’bah, komando perang, memberi minum jamaah haji dan menjamu mereka.
Di Yastrib, permusuhan antarsuku juga terjadi. Perebutan kekuasaan antara suku Aus dan Khazraj berujung peperangan di antara mereka. Hal ini diakui sendiri oleh mereka ketika beberapa anggota delegasi bertemu Rasulullah pada peristiwa Baiah Aqabah pertama. Mereka berkata: ”Sesunguhnya kami meninggalkan kaum kami (Aus dan Khazraj). Tidak ada kaum yang permusuhan dan kejahatannya seperti permusuhan dan kejahatan mereka.
Semoga melalui engkau, Allah mempersatukan mereka. Kami akan mendatangi mereka, kemudian mengajak mereka kepada perintahmu dan kami tawarkan kepada mereka agama ini, sebagaimana kami menerima agama ini darimu. Jika Allah berhasil mempersatukan mereka dengan kepemimpinanmu, maka tidak ada orang yang lebih mulia darimu”.
Sikap ashabiyah seperti ini telah diharamkan oleh Islam. Menurut Syekh Yusuf Qardhawi dalam Al Halal Wal Haram fil Islam, Islam tidak mengakui ashabiyah dengan segala macamnya, dan mengharamkan kaum muslimin menghidup-hidupkan setiap perasaan atau apa saja yang mengajak kepada ashabiyah. Rasulullah Saw telah mengumandangkan pernyataan, bahwa orang yang berbuat demikian tidak akan diakui sebagai ummatnya melalui sabdanya:
“Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyeru kepada ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang berperang atas dasar ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang terbunuh atas nama ashobiyyah (fanatisme kelompok).” (HR. Abu Dawud)
Rasulullah menyebut kematian orang-orang yang terbunuh di bawah bendera ashabiyah sebagai mati jahiliyah. Syaikh Safiyurrahman al Mubarakfuri dalam kitab Al Ahzab As Siyasiyyah fil Islam mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Barangsiapa berjuang di bawah bendera kefanatikan, bermusuhan karena kesukuan dan menyeru kepada kesukuan, serta tolong menolong atas dasar kesukuan maka bila dia terbunuh dan mati, matinya seperti jahiliyah”. (HR. Muslim)
Menurut Al Qardhawiy, tidak halal pula seorang muslim membela golongannya karena ta’ashub baik dalam kebenaran, kebatilan, keadilan dan kecongkakan.
Wailah bin al-Asqa’ pernah bertanya kepada Rasulullah: “Apakah yang disebut ashabiyah itu?” Maka jawab Nabi: “Yaitu kamu membela golonganmu pada kezaliman.” (HR. Abu Dawud)