Ahok Kopilot Cadangan?
Menurut Gus A’am Wahib -panggilan akrabnya-, prediksi tersebut didasari oleh sejumlah kejanggalan yang terjadi.
Pertama, penunjukkan Kyai Ma’ruf sebagai Cawapres tidak melalui musyawarah di tubuh NU. Padahal, saat itu, Kyai Ma’ruf menjabat sebagai Rais Aam PBNU. Kedua, Jokowi nampak seperti mengorbankan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.
“Ketiga, mengapa harus memilih beliau yang, secara usia lebih pas menjaga MUI, menjadi Rais Aam PBNU. Operasi politik macam apa ini? Jangan-jangan beliau hanya menjadi ganjal politik? Ini sudah dipikirkan para kyai,” tegas putra KH M. Wahib Wahab, Menteri Agama RI Periode 1959-1962 ini.
Jadi, lanjut Gus A’am, kalau hari ini Ahok sudah menjadi kader PDI-P, maka memori lama itu bangkit kembali. “Dalam permainan politik, apa pun bisa terjadi. Tidak ada yang sulit. Ini menjadi catatan serius warga NU khususnya, umat Islam umumnya,” ungkap cucu KH Wahab Chasbullah, salah satu dari tiga ulama pendiri NU itu.
Ya, semua mungkin terjadi. Karena politik memang seni berbagai kemungkinan (fannul mumkinat). Hal-hal yang sekarang nampak tidak mungkin, ternyata terjadi juga. Apalagi menyangkut Jokowi-Ahok. Keduanya terbukti bukan orang yang konsisten dengan ucapannya.
Dulu, pada 20 September 2012, di hari Pilgub DKI Jakarta putaran kedua, Jokowi menyatakan dirinya berkomitmen memimpin DKI Jakarta selama lima tahun. Ia menjamin tidak akan menjadi “kutu loncat” dengan mengundurkan diri sebelum masa jabatannya usai. Nyatanya, pada 2014 dia ikut nyapres.
Pun demikian dengan Ahok. Pada 19 Juni 2016, ia mengatakan lebih memilih tidak menjadi gubernur dari pada harus meninggalkan Teman Ahok. Nyatanya, Teman Ahok ditinggalkan dan lebih memilih mengendarai partai politik untuk maju Pilgub DKI 2017.
Jadi menjawab pertanyaan, mungkinkah Ahok disiapkan sebagai kopilot cadangan?. Jawabannya adalah sangat mungkin sekali. Ahok bisa jadi merupakan kopilot cadangan. Wallahu a’lam bissawab.
(Shodiq Ramadhan/dbs)