RESONANSI

‘Angina Pectoris’ Politik bagi Jokowi Cs

Angina pectoris secara medis itu disebut angin duduk. Secara politik, itulah analogi kondisi kesehatan rezim penguasa Jokowi tiga belas bulan jelang mengakhiri jabatannya:

Otot jantungnya sepertinya tengah kekurangan pasokan oksigen mengalirkan darah ke dan di jantung kekuasaannya.

Meskipun tampak tetap calm down seolah tak terjadi apa-apa —itulah kehebatannya menyembunyikan muka tebal dan lidah tak bertulangnya, boleh jadi sesungguhnya yang menyertainya, adalah perasaan kepanikan, kekalutan pikiran dan betapa kelabakan akibat sesak napas yang bisa langsung menimbulkan serangan jantung mendadak:

Pertama, dikarenakan sekarang tengah dihadapinya, adalah adanya jalur atau poros baru pemakzulan.

Bulan-bulan ke depan isu sentral yang sudah digadang-gadang oleh kelompok komunitas Petisi 100 —jika MPR tak responsif, bakal memicu aksi-aksi gelombang besar protes dan demonstrasi dari pelbagai kelompok dan institusi massa aksi.

Yang boleh jadi akan memicu dan mendulum aksi demonstrasi lebih besar lagi memunculkan gerakan people power: tak terbendung suatu gerakan keniscayaan dari kedaulatan rakyat untuk memakzulkan Jokowi itu.

Dan itu timeless, tak perlu menunggu sampai waktu habis jabatan Presidennya. Bagi poros ini pemakzulan bagi mereka harus terjadi kalau tidak hari ini, berarti besok.

Karena sasaran lain dari pemakzulan ini, adalah Jokowi harus diadili secara hukum untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya sebagai pemimpin dan kepala negara yang telah mengelola negara secara ugal-ugalan, keblabasan dan otoritarian selama ini.

Tetapi premis politiknya untuk mewujudkan suatu keberhasilan gerakan pemakzulan melalui proses people power itu harus mampu dulu menjawab pertanyaan mendasar dan signifikan: People power need a leader. Who is?

Lantas, berani dan punya nyalikah kelompok komunitas Petisi 100 ini menjadikan suatu keharusan untuk memimpin pemakzulan itu?

Tidak selalu bersifat individualisme sosok kepemimpinannya, tetapi terbentuk kepemimpinan kolektif seharusnya akan lebih memiliki daya endoorsment yang lebih tinggi dan besar lagi untuk mendapatkan dukungan meluas publik.

Toh, secara legitimasi hukum gerakan people power itu, adalah konstitusional dijamin keabsahannya secara hukum tata negara.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button