RESONANSI

‘Angina Pectoris’ Politik bagi Jokowi Cs

Dikarenakan di kelompok komunitas Petisi 100 itu terdiri dari representasi pelbagai unsur kalangan dari beberapa perwira tinggi purnawirawan TNI dan Polri diperlukan lebih luas lagi secara struktural dukungan komunitas pensiunan ini di seluruh Indonesia;

Juga dari para guru besar akademisi harus terwakili lebih luas dan menyeluruh dan struktural di profesi pendidikan para guru, honorer, dsb yang masih tengah mengalami perlakuan diskriminatif;

Dari para ulama dan pemuka agama lainnya yang selalu memimpin gerakan moral harus ada dukungan terhadap Petisi 100 ini dengan mengeluarkan Ijtima Ulama dan bentuk morality statement kelompok pemimpin agama lain di seluruh Indonesia tentang pernyataan pemakzulan ini;

Juga para politisi baik yang berada di partai maupun luar partai oposisi, seluruh institusi ormas, para kolumnis dan jurnalis, serta profesi lain di bidang kesehatan para dokter dan advokat serta pengacara; pekerja buruh, tani dan nelayan; masyarakat miskin kota dan masyarakat lain yang masih tengah termarjinalkan, dsb

Sehingga, saking meluasnya dukungan publik ini terhadap kepemimpinan komunitas Petisi 100 ini —jika MPR tetap mandek dan itu sudah diprediksi, bisa ditingkatkan ke arah yang lebih tinggi aksinya dari setingkat hanya melakukan pernyataan ke tingkat deklarasi untuk melakukan class action dan atau memorandum di tingkat negara dengan dasar hukum bahwa telah terjadi mosi tidak percaya rakyat.

Dan sudah pasti di samping aksi pernyataan dan deklarasi terus-menerus sebagai pendulum dari kepemimpinan kelompok komunitas Petisi 100, diperlukan mitra kolaborasi sebagai partner dan atau patron di lapangan untuk menggelar aksi demonstrasi besar-besaran berkesinambungan di jalanan di seluruh Indonesia yang sudah biasa diinisiasi dan dilokomotif oleh mahasiswa dan para buruh.

Sehingga, selama ini tidak terkesan mereka sendirian sebagai corong memperjuangkan aspirasi pemakzulan tetapi sebagai pencerminan kolaborasi besar seluruh aspirasi kedaulatan rakyat di seluruh Indonesia.

Dan yang harus menjadi catatan dan penegasan yang harus diperjelas secara jujur dan adil, adalah semata-mata bahwa gerakan aksi pemakzulan ini, adalah murni gerakan keswadayaan dan kemandirian rakyat tanpa pamrih, bukan gerakan aksi yang dicukongi oleh suatu tujuan “di balik layar” atau “ ada udang di balik batu” untuk kepentingan tertentu.

Kedua, dikarenakan adanya “kerusakan” dan “pengrusakan” demokrasi melalui jalur event penyelenggaraan Pemilu.

Sensivitas rakyat yang sudah sangat tinggi bahwa Pemilu itu secara konstitusional akan mengganti Jokowi diprediksi bakal sarat kecurangan terulang secara masif, sistematis dan struktural —terlebih indikasinya secara lebih dini sudah dilakukan cawe-cawe oleh Jokowi yang sudah jelas melanggar konstitusi dan UU tetapi DPR, MPR dan MK “mati suri” tak berfungsi.

Kemudian jika KPU, Bawaslu dan MK tidak mampu menyelenggarakan dan mengawal Pemilu itu secara jurdil resiko terbesarnya, adalah juga bakal merembet dan merambah sebagai pemicu pemakzulan bacalon pasangan Pilpres yang menjadi boneka dan atau badut akibat cawe-cawe dirinya itu.

Dan ironisnya, di tengah-tengah adanya perlakuan buruk Presiden cawe-cawe itu yang sudah jelas melanggar konstitusi terkait dukungan dan mempengaruhi penentuan bacapres dan partai, justru terutama di eks partai oligarki dan Gerindra pendukungnya, justru saling memperebutkan dukungan dan pengaruh Jokowi.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button