RESONANSI

Apakah Ada Tradisi Filasafat Islam?

Pertanyaan ini selalu menjadi diskusi menarik. Banyak orang meyakini asal filsafat adalah Yunani, bagaimana dengan Islam, apakah memiliki tradisi filsafat? Pertanyaan ini mirip dengan judul artikel yang dimuat portal Aljazeera belum lama ini, why are there no Muslim Philosophers? (mengapa tidak ada filsuf Muslim). Ada juga sejumlah akademisi Muslim dan non-Muslim masa kini yang menyoal hal tersebut, karena mereka banyak dipengaruhi pemikiran orientalis yang sinis terhadap peradaban Islam.

Ada beberapa pendapat tentang hal ini. Orientalis Tjitze de Boer (1866-1942) berpendapat, tidak ada tradisi filsafat dalam Islam. Filsafat adalah asli milik Yunani. “Islam datang ke dunia tidak membawa filsafat,” tulisnya dalam The History of Philosophy in Islam, sebagaimana dijelaskan cendekiawan Muslim Hamid Fahmy Zarkasyi dalam pidato pengukuhan guru besar filsafat Islam di Universitas Darussalam Gontor pada Sabtu (12/02/2022).

Dalam perjalanannya, Islam bersentuhan dengan filsafat Yunani. Kemudian menerjemahkan naskah filsafat. De Boer menyebut ini sebagai proses asimilasi. Boleh dibilang, dia adalah intelektual yang sinis terhadap Islam. Sains Islam yang berkembang pesat pada abad ke-13 disebutnya sebagai ‘Sains Yunani yang berkembang di Timur.’ Dia tak mau menyebut sains Islam.

Hal sama juga diutarakan Gustave E von Grunebaum (1909-1972) dan Madjid Fakhry. Keduanya sama-sama meyakini Islam tak memiliki tradisi filsafat. Namun apa benar demikian?

Putra kesembilan KH Imam Zarkasyi (1910-1985) itu menjelaskan hal berbeda. Islam justru memiliki tradisi filsafat. Tradisi filsafat dalam Islam adalah kerja kreatif yang lahir dari pandangan hidup Islam (worldview of Islam). Ini adalah sistem keyakinan, pemikiran, dan nilai, yang diproyeksikan oleh firman Allah melalui tafaqquh, bayan, tafsir, takwil, dan dikembangkan dalam tradisi keilmuan Islam.

Pandangan hidup Islam dimulai dari keesaan Tuhan (syahadah), kemudian konsep-konsep dasar lainnya, seperti manusia, alam, ilmu, nilai, akhlak, keadilan, dan lainnya. Hal itu berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan, termasuk dalam hal berfilsafat.

Tujuan berfilsafat adalah untuk mencapai kebenaran dan bertindak sesuai dengan kebenaran. Penjelasan ini didapatkannya dari Abu Ya’qub Al-Kindi (801-873) dalam buku Fil Falsafah al-Ula.

Filsafat ini mewarnai kerja peradaban yang dicerahkan oleh kenabian dan kitab suci. “Filsafat Islam tumbuh dari wahyu dan kemudian berkembang dalam tradisi keilmuan, seperti fikih, tafsir, kalam, dan hadis,” ujar pengkaji teori kausalitas Imam al-Ghazali (1058-1111) tersebut. Tradisi keilmuan itu juga melahirkan kajian filsafat hukum Islam, metafisika dalam teologi, dan sejenisnya.

Tak sembarangan, filsafat Islam lahir dari mekanisme ilmiyah yang panjang. Ada banyak argumentasi berupa pembelaan dan pemilahan konsep yang dilakukan para ulama.

Dalam perkembangannya, tradisi filsafat Islam mempengaruhi filsafat Yahudi, sebagaimana dijelaskan Shelomo Dov Goitein (1900-1985). Juga menjadi jembatan Barat mempelajari filsafat. Hamid menjelaskan filsuf Albertus Magnus (1193-1280) menggunakan argumentasi Abu Nasr al-Farabi (870-950) dan Ibnu Rusydi (1126-1198) tentang keberadaan Tuhan, yang kemudian dikuatkan oleh Thomas Aquinas (1225-1274).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button