NASIONAL

Barisan Hizbullah: Peran Jihad dalam Perjuangan Kemerdekaan

Penumpasan PKI Madiun

Tahun 1948 menjadi ujian yang berat bagi bangsa Indonesia. Sejak dicetuskannya Negara Komunis (Negara Republik Indonesia Sovyet) di Madiun pada 18 September tahun itu, umat Islam sering mendapatkan berbagai gangguan dari kalangan komunis. Sejumlah pesantren di serang berikut ulama’ dan santri menjadi korban kebiadaban mereka. Setiap saat dalam gerakan-gerakan yang dilakukan kalangan komunis ini sering meneriakkan yel-yel “Pesantren Ambruk”, “Masjid Bangkrut”, dan “Santri dikubur”. Di sini jelas bahwa permusuhan tersebut diantaranya ditujukan kepada umat Islam.

Aksi-aksi pembunuhan mewarnai hari-hari PKI. K.H. Imam Sofwan dari Pesantren Kebonsari dibantai dengan cara yang sangat kejam beserta dua orang putranya, Kiai Zubair dan Kiai Bawani, ketika sedang mengumandangkan adzan. Ketiganya di kubur di sebuah sumur tua di Desa Kepuh Rejo. Camat Takeran Prijo Utomo dijagal di sumur Cigrok bersama komandan polisi Takeran Martowidjojo beserta anak buahnya. Semua ini hanya sebagian kecil dari korban kebiadaban PKI, termasuk pembunuhan terhadap Gubernur Jawa Timur, RM. Suryo dan pembakaran Kampung Kauman di Magetan pada 24 September 1948. Lubang-lubang pembantaian bisa ditemukan di Parang, Soco, Cigrok, Batokan., Nglopang, dan lain sebagainya.

Bersama TNI Divisi Siliwangi, Barisan Hizbullah mengadakan serangan serentak ke Madiun melalui Gunung Lawu. Di Magetan, pasukan yang dipimpin Mayor Umar Wirahadikusumah melakukan pembersihan terhadap elemen-elemen yang terlibat gerakan makar. Aksi ini berlanjut pada penumpasan pemberontak yang berada di Madiun. Pada 30 September 1948, TNI berhasil memasuki Madiun dan tokoh-tokoh PKI meninggalkan kota tersebut. Hari itu juga Presiden Soekarno memerintahkan agar daerah Madiun, Pati, Semarang, dan Solo berada di bawah kekuasaan Gubernur Militer yaitu Kolonel Gatot Subroto. Dengan demikian pemberontakan PKI Madiun hanya berumur 11 hari. Peristiwa ini diakhiri dengan kematian Muso dan penangkapan Amir Syarifuddin dalam keadaan memeluk kitab bible.

Dalam penumpasan pemberontakan di Madiun ini, banyak anggota Barisan Hizbullah yang gugur dan menjadi tawanan PKI. Nasib akhir menjadi tawanan pihak komunis tetap sama, yaitu mati. Sebelum dibunuh mereka dianiaya sedemikian rupa melebihi batas kemanusiaan. Demikian juga banyak anggota Masyumi yang dibantai setelah sebelumnya mereka dimasukkan dalam black-list. Barisan Hizbullah,, baik yang sudah bergabung menjadi anggota TNI maupun yang masih berada di luar, memiliki peran cukup penting dalam penumpasan pemberontakan yang dikenail dengan sebutan Madiun Affairs tersebut.

PENUTUP

Demikian, sebuah kenangan dari masa lalu. Kilas balik sejarah yang mestinya membuat masyarakat Indonesia lebih arif. Tidak semuanya dapat dikisahkan, namun sebagian kecil bisa dicatat tentang eksistensi Barisan Hizbullah, laskar Masyumi yang ditakuti oleh Belanda maupun sekutu. Namanya memang jarang bisa ditemui dalam buku-buku pelajaran sejarah bangsa kita. Meskipun, mereka terlibat dalam berbagai front demi membela agama, bangsa dan tanah air. Tugas generasi hari ini untuk mengingat jasa-jasa mereka, ketika sebagian orang justru ingin mengubur dan melupakan “kebaikan” masa lalu bersama jasad-jasad para pejuang. []

Oleh: Susiyanto, M.Ag – Dosen FAI Universitas Islam Sultan Agung (Unissula)

sumber & daftar pustaka: jejakislam.net

Laman sebelumnya 1 2 3 4

Artikel Terkait

Back to top button