NASIONAL

Bawa Bendera Kuning, Gerakan Kedaulatan Rakyat Tuntut Komnas HAM Usut Korban 22 Mei

Jakarta (SI Online) – Sejumlah elemen umat Islam yang tergabung dalam Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) bersama keluarga korban kerusuhan aksi 21-22 Mei 2019 mendatangi Komnas HAM di kantornya Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2019).

Kedatangan mereka hendak menanyakan kelanjutan laporan yang pernah disampaikan ke Komnas HAM mengenai petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal saat bertugas pada Pemilu 2019 dan korban kerusuhan 21-22 Mei.

Dalam perjalanannya ke Komnas HAM, para peserta aksi juga membawa bendera kuning sebagai tanda duka cita dan sejumlah poster bertuliskan sejumlah pesan.

Juru bicara GKR Ahmad Yani menegaskan bahwa diantara korban kerusuhan 21-22 Mei adalah anak-anak. “Tapi saya kira perlu diketahui publik bahwa yang meninggal empat anak-anak itu bukan perusuh,” ujarnya dikutip dari Suara.com.

Terkait ratusan petugas KPPS yang meninggal, ia mengaku tidak terima jika alasannya karean mereka kelelahan. Ahmad Yani kemudian membandingkan dengan para Majelis Hakim MK yang melaksanakan sidang sampai larut tapi tidak meninggal karena kelelahan. Diketahui, MK baru saja meonal seluruh gugatan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan tim hukum Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo – Sandiaga.

“Sampai sekarang 600-an orang KPPS meninggal karena kelelahan. Hakim MK itu sidang sampe subuh enggak meninggal kelelahan,” jelas Ahmad Yani.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Ustaz Asep Syaripudin yang hadir dalam kegiatan tersebut menegaskan hal yang sama, yaitu menuntut Komnas HAM segera melakukan penelusuran jatuhnya korban saat kerusuhan 21-22 Mei di Jakarta.

“Tuntutan kita jelas dan tegas. Bahwasannya siapapun pelaku penganiayaan, pembantaian saudara-saudara kita, jita (pelakunya) rakyat Indonesia dan harus diproses,” ujar Asep.

Ia menuturkan, aktor dibalik penganiayaan juga harus diusut. Selain itu, mereka meminta pelaku diproses secara hukum dan dikenakan sanksi berat. “Siapapun yang menjadi komando atas ulah tersebut harus bertanggungjawab dan mendapatkan apa yang semestinya ia dapatkan,” tandas Asep.

red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button