SIRAH NABAWIYAH

Beginilah Tahapan Revolusi Peradaban yang Dipimpin Rasulullah

Alkisah, Sang Nabi telah menemukan tanah (wilayah) untuk dijadikan basis Islam. Wilayah itu bernama Yastrib. Jujur saja, cuaca dan kondisi alamnya kurang bersahabat dengan para shahabat Muhajirin. Terbukti sebagian shahabat Nabi termasuk Abu Bakar Ash-Shiddiq, terkena penyakit ketika belum lama tiba di negeri yang penduduknya mengandalkan pertanian tersebut. Maka Rasulullah mengubah namanya menjadi Madinah Al-Munawwarah, negara-kota yang bercahaya.

Negara-kota yang syariat Allah dijadikan asas dan sistemnya. Maka kota atau Madinah dalam bahasa Arab, berkonsekuensi, adanya kota itu untuk tempat ditegakkannya din. Kata “madinah” (kota) atau “madaniyah” (peradaban) berasal dari kata din. Apalagi kalau bukan Dinul Islam. Nabi pun memanjatkan doa-doanya untuk kebaikan dan keberkahan tempat Dinul Islam ditegakkan ini.

Dari segi hitung-hitungan duniawi, umat Islam di Madinah hampir kalah segalanya oleh musuh. Kafir Quraisy sang musuh bebuyutan, punya akses dukungan dan jaringan ke hampir seluruh suku jazirah Arab. Agama yang diyakini Quraisy bagi alam pikiran bangsa Arab dianggap agama yang diridhai Rabb pemilik Ka’bah. Bagi orang-orang Arab, jika Quraisy memilih suatu keyakinan maka harus diikuti. Mereka ikut jika Quraisy memilih musyrik. Juga akan ikut jika Quraisy mengikuti agama Muhammad. Maka Fathul Makkah dalam sirah memang kunci kemenangan-kemenangan Islam setelahnya.

Sudah bukan rahasia lagi jika Quraisy adalah suku paling dihormati, paling kuat pengaruhnya dan paling kaya di seantero Arab. Bagi suku-suku Arab, Quraisy adalah saudara tua. Paling mulia nasabnya dan pewaris utama kemuliaan Ibrahim dan Ismail alaihimasallam. Ini baru satu musuh: Quraisy. Belum dihitung suku-suku brutal semacam Ghathafan, Lihyan, Sulaim, dan Dzakwan; Thaif dan Hawazin, plus musuh-musuh dalam selimut, seperti Munafiq dan kaum Yahudi. Maka pasca hijrah ke Madinah, masalah umat Islam sebenarnya malah tambah banyak. Kebinasaan bisa kapan saja mengancam mereka. Untunglah Allah Sang Maha Penolong memberikan kekuatan lewat leadership agung Rasulullah.

Di sisi lain. Kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar, hanya mengandalkan kekuatan yang ada. Satunya orang-orang berbasic pedagang (Muhajirin), sedangkan shahibul bait-nya (Anshar) adalah petani. Keduanya memang punya pengalaman perang, namun pas-pasan. Tidak ada riwayatnya jika kaum Muslimin di fase Makkah diperintahkan Nabi untuk mempersiapkan kekuatan yang mengarah pada perang. Kekuatan fisik dan militer baru dipersiapkan secara berjamaah saat sudah berhijrah ke Madinah.

Maka setelah turun perintah untuk berperang (QS Al-Hajj: 39 dan Al-Baqarah: 216-218) dari yang punya langit, yang dilakukan oleh Rasulullah bukanlah mengumpulkan definisi yang bersifat linguistik dalam kajian-kajian. Bukan pula mempertebal wawasan Muhajirin dan Anshar dalam pemaknaan tafsir. Sang Nabi mengeluarkan amr (perintah), bahwa harus ada program sariyyah-sariyyah (ekspedisi perang) pendahuluan sebelum perang-perang besar yang akan berkobar. Tidak lupa, Sang Nabi memerintahkan umatnya untuk: belajar ar-ramyu (senjata panah, kini senjata lontar), ketangkasan berkuda, tidak lupa juga berenang. Nabi juga memerintahkan, apa pun yang bisa dipersiapkan untuk berperang (QS Al-Anfal: 60).

Tentu unik, surat Al-Anfal yang secara umum turun di perang Badar, ayat ke 60-nya turun duluan sebelum Perang Badar. Sungguh, Maha bijaksana Paduka Alam semesta.

Maka ekspedisi-ekspedisi (sariyyah) perang itu pun punya manfaat yang beraneka.

Pertama, yang paling mendasar, ekspedisi-ekspedi tersebut adalah dalam rangka latihan perang, bagi ‘bayi’ peradaban Islam yang baru lahir ini. Ekspedisi-ekspedisi yang ada sebelum perang Badar (rentang tahun pertama hijriyah sampai sebelum Ramadhan 2 Hijriyah) berjumlah 8-9 ekspedisi, terdiri dari kelompok-kelompok kecil. Sang Nabi sadar betul, Islam harus berdiri di atas kaki sendiri, tidak mungkin Islam mengandalkan backing militer suku-suku lain yang bukan Islam. Itu bisa jadi senjata makan tuan, dan akan berakibat umat tidak merdeka. Ekspedisi-ekspedisi juga sebagai ajang uji coba, bagaimana kesiap-sediaan kekuatan moril dan materil umat untuk berperang. Perang dalam Islam memang berguna sebagai perisai dakwah dan eksistensi umat itu sendiri.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button