FIQH NISA

Bolehkah Perempuan Melakukan Safar tanpa Mahram?

Dalil Ketiga: Atsar Aisyah.

“Dari Aisyah tatkala ada orang yang menyampaikan kepada beliau bahwa mahram adalah syarat wajib haji bagi wanita muslimah, beliau berkata: “Apakah semua wanita memiliki mahram untuk pergi haji?!” (Riwayat Baihaqi)

Dalil Keempat: Kaidah Fiqhiyah.

“Dalam masalah ibadah mahdah dasarnya adalah ta’abbud, (menerima apa adanya tanpa dicari-cari alasannya, seperti jumlah rekaat shalat) dan dalam masalah muamalat dasarnya adalah ta’lil. (bisa dicerna dengan akal dan bisa dicari alasannya, seperti jual beli dan pernikahaan) ”

Masalah safar wanita termasuk dalam kategori muamalat, sehingga bisa kita cari alasan dan hikmahnya yaitu untuk menjaga keselamatan wanita itu sendiri dan ini bisa terwujud dengan adanya teman-teman wanita yang bisa dipercaya apalagi dalam jumlah yang banyak dan jalan dianggap aman.

Dalil Kelima: Kaidah Fiqhiyah

“Hukum yang ditetapkan dengan ijtihad bisa berubah menurut perubahan waktu, keadaan, tempat dan perorangan.“

Berdasarkan kaidah di atas, sebagian ulama kontemporer seperti Syekh Abdurrozaq Afifi (Fatawa wa Rasail: 1/201) membolehkan seorang wanita bepergian sendiri atau bersama beberapa temannya yang bisa dipercaya dengan naik pesawat, diantar oleh mahramnya ketika pergi dan dijemput juga ketika datang. Bahkan keadaan seperti ini jauh lebih aman dibanding jika seorang wanita berjalan sendiri di dalam kota, khususnya kota-kota besar.

Dalil Keenam: Kaidah Fiqhiyah.

“Apa-apa yang diharamkan karena dzatnya, tidaklah dibolehkan kecuali dalam keadaan darurat, dan apa-apa yang diharamkan dengan tujuan menutup jalan (kemaksiatan), maka dibolehkan pada saat dibutuhkan.“

Ketidakbolehan wanita melakukan safar tanpa mahram tujuannya untuk menutup jalan kemaksiatan dan bahaya baginya, maka hal itu menjadi dibolehkan manakala ada kebutuhan, khususnya jika ditemani dengan rombongan yang dipercaya dan keadaan jalan aman.

Pendapat yang Kuat:

Pendapat yang kuat bahwa mahram bukanlah syarat wajib haji bagi wanita muslimah berdasarkan hadist dan atsar di atas. Tetapi boleh bersama rombongan perempuan yang bisa dipercaya, khususnya jika keadaan aman.

Adapun hadist Ibnu Abbas yang menyaratkan mahram, peristiwa tersebut bukan pada haji wajib, tetapi pada haji yang sunnah. Karena haji baru diwajibkan pada tahun 10 H, dimana Rasulullah pada waktu itu juga melaksanakan ibadah haji.

Walaupun demikian, diharapkan bagi wanita yang ingin melaksanakan haji dan umrah atau melakukan safar wajib lainnya, hendaknya bersama mahramnya, karena itu lebih terhindar dari fitnah dan marabahaya lainnya.

Ini pada safar wajib, tentunya dalam safar mubah dan mustahab lebih ditekankan lagi. Tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu yang dibutuhkan sekali, kita bisa mengambil pendapat ulama

Dengan demikian Islam dipahami sebagai agama yang selalu menjaga kehormatan dan keselamatan wanita, sekaligus memberikan solusi-solusi yang bisa dipertanggung jawabkan baik secara agama maupun secara sosial di saat tidak ada pilihan lain. Wallahu A’lam.

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA
Direktur PUSKAFI Jakarta

Sumber: ahmadzain.com

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button