BUMN Tersungkur, Kapan Bisa Mujur?
Akibat penerapan sistem kapitalisme neoliberal, liberalisasi sektor strategis milik negara menjadi tak terelakkan. Satu per satu perusahaan BUMN dilepas ke pasar atas nama liberalisasi ekonomi.
Sudah banyak perusahaan BUMN yang diprivatisasi, seperti Kimia Farma, Perusahaan Gas Negara, Krakatau Steel, Adhi Karya, Waskita Karya, BNI, BRI, BTN, Bank Mandiri, Aneka Tambang, Bukit Asam, Semen Indonesia, Garuda Indonesia, Jasa Marga, Telkom, Indosat, dan sebagainya. Nama-nama perusahaan BUMN itu sudah melakukan IPO (Initial Public Offering) atau disebut go public.
Go Public atau penawaran umum adalah kegiatan penawaran saham yang dilakukan perusahaan kepada masyarakat (publik). Dengan menawarkan saham kepada publik, perusahaan tersebut akan tercatat di bursa sebagai perusahaan terbuka.
Hal ini berarti hakikat BUMN sendiri sudah hilang. Siapa pun asal bermodal besar, berpeluang menjadi pemegang saham perusahaan BUMN yang sudah go public. Mau dibongkar pasang berapa kali pun jika paradigma pengelolaan BUMN masih berkiblat pada kapitalisme, itu tidak akan berguna banyak untuk mengembalikan fungsi hakiki BUMN. Mau utang miliaran hingga triliunan juga tidak akan mendatangkan solusi jangka panjang. Dibutuhkan solusi fundamental untuk memperbaiki sengkarut problematik BUMN.
Mengembalikan Fungsi BUMN
Sejak dalam pengasuhan kapitalisme, wajah BUMN lebih terasa seperti ladang bisnis, bukan fungsi pelayanan sebagaimana badan usaha negara yang memenuhi kebutuhan rakyat. Paradigma inilah yang harus diubah dalam mengelola BUMN.
BUMN bukan Badan Usaha Milik Nenekku, Nenekmu, atau Nenek Asing. Tapi BUMN adalah lembaga milik negara yang difungsikan untuk mengatur dan mengelola harta milik rakyat untuk dikembalikan hasilnya kepada rakyat. Seperti listrik, minyak dan gas bumi, jalan, tol, bandara, sungai, dan segala hal yang menjadi hajat hidup orang banyak.
Dalam Islam, kepemilikan umum tidak boleh diliberalisasi atau diprivatisasi. Sebab, privatisasi berarti akan meniadakan hak-hak publik menggunakan dan mengonsumsinya. Industri yang bergerak di sektor kepemilikan umum yaitu BUMN, harus bebas dari privatisasi. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Hadis ini menjadi pedoman dasar dalam mengelola harta dan kekayaan alam yang terkategori milik umum. Maka, seharusnya pengelolaan BUMN dimulai dari mengubah paradigma sistem. Secara fundamental, paradigma itu haruslah diganti dengan pandangan yang benar, yaitu Islam.
Jika cara Islam yang dipakai, BUMN tak perlu menggantungkan pemasukan dengan investasi asing dan utang. Negara secara mandiri mengelola harta milik umum tersebut. Fokusnya adalah pengelolaan harta milik umum untuk melayani dan memenuhi kebutuhan rakyat.
Model tata kelola seperti ini hanya bisa diterapkan manakala sistem Islam yang menaunginya. Sistem yang memiliki karakter menyejahterakan dan memberi kemaslahatan. Yaitu, sistem Islam kafah dengan segenap keunggulannnya karena ditegakkan berdasarkan syariat Islam yang membawa rahmat untuk semesta alam. []
Chusnatul Jannah, Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban.