NASIONAL

Datangi Fraksi PAN, TP3 Usulkan Hak Angket Usut Kematian Laskar FPI

Jakarta (SI Online) – Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar FPI melakukan audiensi dengan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di Ruang Fraksi PAN, Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (5/4/2021).

TP3 diwakili Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Wirawan Adnan, Prof Chusnul Mar’iyah, Taufik Hidayat, HM Mursalin dan lainnya. Mereka diterima Ketua Fraksi PAN Muhammad Saleh Daulay, didampingi oleh Syarifuddin Suding dan Guspardi Gaus.

Dalam pernyataannya, TP3 telah melakukan penelitian dan pengkajian atas kebijakan dan penanganan kasus pembunuhan enam laskar FPI oleh Pemerintah dan Komnas HAM sejak peristiwa terjadi hingga saat ini.

TP3 juga telah menggali dari saksi-saksi, dokumen dan sejumlah nara sumber yang membuktikan bahwa pembunuhan tersebut telah dilakukan secara sistematis oleh aparat negara.

“Karena pembunuhan telah dilakukan secara sistematis, maka TP3 menyatakan bahwa pembunuhan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat sebagaimana dimaksud dan diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 9 UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Ketua TP3 Abdullah Hehamahua.

Menurutnya, karena pembunuhan terhadap 6 (enam) warga negara Indonesia tersebut termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat, maka TP3 menuntut agar proses hukum dilakukan terhadap para pelakunya haruslah melalui Pengadilan HAM sebagaimana dinyatakan dalam UU No.26/2000.

Abdullah mengatakan, TP3 juga telah melakukan kajian atas laporan yang oleh Komnas HAM diberi judul “Laporan Penyelidikan”. Ternyata laporan tersebut dibuat atas dasar UU No.39/1999 tentang HAM, bukan UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM.

“Apa yang telah dilakukan oleh Komnas HAM tersebut hanya termasuk kategori sebagai hasil pemantauan (sesuai Pasal 76 Ayat (1) UU No.39/1999), bukan masuk kategori hasil penyelidikan, sebagaimana diklaim oleh Komnas HAM,” jelas Abdullah.

Karena itu, kata Abdullah, hasil pemantauan yang dilakukan Komnas HAM, yang diketuai M. Choirul Anam, berupa laporan berisi 103 halaman dan sekitar 15 halaman lampiran, bukanlah merupakan hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud UU No.26/2000.

“Dengan demikian, terkesan ada maksud Komnas HAM untuk menyesatkan masyarakat karena memberi label “Laporan Penyelidikan” padahal sebetulnya hanyalah merupakan ‘Laporan Pemantauan’,” ungkap Abdullah.

Mengingat hasil kajian Komnas HAM bukan merupakan hasil penyelidikan, maka TP3 menyatakan laporan Komnas HAM tidak valid sebagai hasil penyelidikan, sehingga tidak dapat dijadikan dasar penuntasan untuk bisa memasuki ke tahap hukum berikutnya, yakni proses penyidikan, penuntutan dan pengadilan.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button