SILATURAHIM

Debu-debu Itu

Suatu ketika saya diminta Kang Bowo untuk menyiapkan edisi pertama Tabloid BKsPPI, dan diajak bertemu Ustadz Didin Hafidhuddin di Kantor BKSPPI di Bogor. Konsep sudah saya siapkan, dummy edisi pertama sudah jadi, sayang proyek itu tak berlanjut karena persoalan dana. Sementara, saat angin Reformasi bertiup, Kang Bowo dan Mas Adian Husaini pernah mengajak saya bergabung ke Koran Abadi — Koran milik Masyumi di masa lampau. Tapi karena kebetulan saya baru saja dipercaya menjadi penanggung jawab rubrik Nasional di Majalah Forum Keadilan, saya tidak bisa memenuhi ajakan mereka.

Di saat yang lain, ketika Ustadz Mashadi, Mas Aru Seif Asad, Mas Gatot, dan Kang Bowo atas dorongan Mas Sabrun dan Mas Sudadi, punya ide membuat tabloid Suara Islam, saya tak mampu menolak. Saya yang semula hanya diminta untuk membuatkan konsep redaksi dan lambang Suara Islam, akhirnya diminta Kang Bowo untuk membantu-bantu menulis, sebagai kontributor tabloid Forum Umat Islam itu.

Selain aktif di dunia jurnalistik, Kang Bowo juga sangat aktif di lapangan kemanusiaan dan kebencanaan. Aktifitasnya dijalaninya seiring dengan kegiatannya di bidang jurnalistik. Sering kali kami sempat bertemu dalam suatu acara, tiba-tiba keesokanharinya dia sudah sampai ke Aceh, Mentawai, Pedalaman Nusa Tenggara Timur, Ambon, dan sebagainya. Sebagai wartawan, saya sering mendapat informasi bencana on the spot dari Kang Bowo yang tiba-tiba sudah nongol di Aceh saat Tsunami, di Merapi saat erupsi, di Palu saat bencana gempa dan likuifaksi, gempa di Lombok, saat mengirim bantuan ke Cox Bazar Bangladesh serta di Rohingya, dan sebagainya.

Kadang-kadang saya baru tahu kalau Kang Bowo tiba-tiba sudah sudah menclok di berbagai daerah lewat posting-postingnya di Facebook dan juga di grup WA. Caption-nya lebih sering lucu dan menertawakan dirinya sendiri, kadang serius, kadang kontemplatif sambil mengutip sebait lagu Gun n’ Roses, Bon Jovi, dan kadang Ahmad Albar. Dalam posting tanggal 16 September 2018 misalnya, dia mengutip vokalis God Bless yang dia plesetkan sedikit:
“Di saat ini ingin kuterlena lagi
Terbang tinggi di awan
Tinggalkan bumi di sini
Di saat ini ingin kumencipta lagi
Kan kutuliskan buku
Sambil kukenang wajahmu…”

feat: iyek godbless.

Tak hanya berkunjung saat bencana, sebagai staf di Dompet Duafa, lalu Lazis PPPA Darul Quran, Laziz Al Azhar Peduli Ummat, dan kemudian Koordinator Penyaluran Bantuan di Lazis DDII, Kang Bowo rajin menyambangi para dai di daerah terpencil. Pernah suatu saat saya mendapat kabar ketika dia terdampar di belantara Halmahera, untuk bertemu dengan dai yang ditugaskan di tempat terpencil itu. atau bertemu dai di pedalaman Mentawai dan sebagainya. Kang Bowo pun sering berkunjung menemui para mualaf dan kaum dhuafa di pelosok negeri. Dalam berkomunikasi dengan para mualaf dia sangat luwes dan penuh empati. Mungkin karena dia terlahir dalam keluarga yang tidak semuanya muslim, sehingga mampu memahami persoalan keyakinan yang berbeda dalam satu keluarga.

Membaca timeline foto dan posting Kang Bowo sering membuat saya tertawa ngakak, kadang terharu, tapi juga kadang iri. Iri karena ingin punya kesempatan muhibbah dakwah seperti dia. Suatu saat, dia tampil di foto timeline facebooknya dengan baju dan celana belepotan lumpur yang sudah mengering sambil membawa bantuan untuk para dai –saya sudah mencoba mencarinya di laman Facebook miliknya tapi tidak ketemu, mungkin di laman facebook lamanya yang sudah hangus– saya tiba-tiba teringat pada kisah Nabi dengan seorang sahabat yang bajunya penuh debu saat berjihad, dan Rasulullah pun menjanjikan surga lantaran debu-debu itu. Saya pun berkomentar, “Semoga debu-debu di bajumu mengantarmu ke Surga, Kang…” “Aaamiin…,” jawabnya.

Karena merasa iri dengan semua yang dilakukan Kang Bowo dalam kepeduliannya terhadap umat dan bangsa, beberapa kali saya pernah minta untuk diajak saat dia berkunjung ke pelosok daerah.
“Kalau mau ke mana-mana tolong beri tahu sebulan sebelumnya ya, Kang… Biar aku bisa ngajuin cuti dan ikut sama Kang Bowo…”
“Oke, Sip…”

Beberapa kali dia memberi tahu saya bahwa dia akan mengunjungi mualaf atau dai di pelosok tanah air, tapi ndilalah saya selalu sedang ada tugas kantor. Hingga akhirnya saya tidak pernah bisa ikut muhibbah dakwah bersamanya. Maka ketika Kang Bowo dan Ahmad Husein mengajak saya ikut berkiprah di Aksi Relawan Mandiri HA IPB, satu setengah tahun yang lalu, saya langsung mengiyakan. Sayang lagi-lagi saya tak pernah sempat turun ke lapangan bersama Kang Bowo.

Kang Bowo tak pernah berhenti mengunjungi para dai dan mualaf. Karena itu pula, sejak pekan lalu dengan ringan hati ia mendamping Ketua Umum DDII Ustadz Dr Adian Husaini muhibbah ke Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu, meski kondisi fisiknya tak prima lagi. Ketika acara muhibah usai, Kang Bowo pun meneruskan perjalanan dakwahnya dari Bengkulu ke Padang lewat jalur darat. Namun rupanya, Allah SWT lebih menyayanginya, dan dia pun dipanggil ke haribaan-Nya.

Ketika Mbak Nana Mintarti mengirim foto Almarhum saat masih disemayamkan di dragbar Puskesmas di grup WA Mantan LDK, air mata saya pun tak tertahankan.

Di antara isak tangis, saya pun mandaraskan doa, “Semoga debu-debu yang melekat di pakaianmu itu, mengantarmu ke Surga, Kang…”

Hanibal Wijayanta

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6

Artikel Terkait

Back to top button