SILATURAHIM

Debu-debu Itu

Ternyata kehadiran majalah setebal 24 dan kemudian 32 halaman itu mendapat sambutan meriah dari para pembaca, terutama para mahasiswi. Dari yang semula dicetak (baca difotocopy) sebanyak 500 eksemplar, oplah tertinggi Moment mencapai 1.200 eksemplar. Saat itu kami benar-benar menikmati kegiatan jurnalistik full guyon ini. Sayang karena saat itu kami yang kebanyakan tingkat III mulai disibukkan dengan urusan Kuliah Kerja Nyata (KKN), Magang, Praktik Lapang (PL), dan kemudian penelitian, dengan terpaksa Moment tak terbit lagi.

Suatu saat, di tahun 1991, saya sudah tingkat IV, ketika saya sedang sibuk menyelesaikan laporan Praktik Lapang di Puslitbang Oseonologi LIPI di Rizky Komputer di Babakan Tengah 21, saya mendengar ribut-ribut di rental komputer milik kawan saya, Khairullah Saleh itu. Saya lihat Kang Bowo tampak sedang galau. Tapi ketika saya tanya, dia hanya tersenyum kecut. “Nggak popo…,” ujarnya.

Belakangan saya mendapat kabar, saat itu semua data penelitiannya –tentang ekonomi perikanan– hilang semua. Semua gara-gara disketnya –jaman itu kami masih menyimpan data komputer dengan memakai disket alias floopy disk— rusak karena kena jamur. Akibatnya seluruh draft skripsi yang sudah ditulis sebagian, berikut data-data penelitiannya tak bisa diselamatkan lagi. Tampaknya hal itulah yang membuat Kang Bowo tak bersemangat untuk menyelesaikan studinya lagi. Sementara kepada Kang Muarif, Kang Bowo pernah mengatakan bahwa jika dirinya lulus justru ada beban berat baginya. Namun Kang Bowo tak mau bercerita tentang beban berat itu.

Kang Bowo kemudian semakin sibuk dengan kegiatan dakwah dan jurnalistik. Saya pernah pula diajak Kang Bowo mendampingi training untuk kawan-kawannya yang aktif di Santer (Santri Terbang) di Payaman, Magelang, di Gejayan, Yogyakarta, dan juga di Solo, Jawa Tengah. Sementara, saat itu dia pun mulai banyak menulis di media umum, baik koran maupun majalah, juga untuk majalah Islam, majalah remaja, dan juga selebaran dakwah. Sampai akhirnya, Kang Bowo seolah sudah benar-benar melupakan cita-citanya menjadi Insinyur, dan kemudian menikah dengan Mbak Nurbaity Rohmah yang ternyata juga tak sempat menyelesaikan S1-nya di jurusan GMSK…

Lulus kuliah, saya ditawari Pak Dr Rokhmin Dahuri (kemudian menjadi Prof. Dr. dan Menteri Perikanan dan Kelautan) untuk menjadi dosen di Fakultas Perikanan. Tampaknya beliau tertarik saat membaca skripsi saya, saat saya meminta beliau menjadi dosen penguji tamu. Kebetulan penelitian saya, penelitian pertama di Indonesia tentang fitoplankton pemecah minyak dalam wahana Mesokosm. Judulnya “Efek Minyak Mentah Attaca 139o API, Terhadap Laju Fotosintesis dan Fotosintesis Maksimum Fitoplankton pada Sebuah Mesokosm.” Pada saat hampir bersamaan, saya ditawari Dr Deddy Setiapermana, Kepala Litbang Lingkungan Laut LIPI, pembimbing skripsi saya, untuk menjadi peneliti di LIPI. Mungkin karena beliau melihat keseriusan saya. Ketika saya bercerita soal tawaran itu ke Kang Bowo, dia hanya berkomentar pendek, “Sip… Bismillah…”

Sambil menunggu formasi dosen, saya ditawari Pak Rokhmin untuk magang di Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) IPB. Saya berada di bawah Pak Rokhmin bersama sahabat saya Luky Andrianto –kini Profesor Doktor dan menjadi Dekan Faperikan IPB– dan Yus Rustandi. Di lembaga itu, bersama sahabat saya Ria Subiantari, saya sempat mengerjakan survey perairan untuk laporan Pencemaran di Teluk Jakarta tahun 1993. Selain itu, saya juga menjadi asisten Pak Rokhmin untuk mata kuliah Biologi Laut dan Ekologi Laut.

Namun kebetulan saat itu ada kebijakan zero growth pegawai negeri. Jadi proses untuk menjadi dosen ataupun menjadi peneliti tertunda. Sementara, saat itu saya juga menyadari bahwa untuk menjadi dosen di IPB, urutan saya mungkin di antrian ke sekian belas, sementara untuk di Puslitbang Lingkungan Laut LIPI saya entah urutan ke berapa. Maka setelah berpikir panjang, meminta izin orang tua yang awalnya agak keberatan dengan pilihan saya, akhirnya saya mengikuti jejak Kang Bowo, terjun di dunia jurnalistik.

Juni 1994 saya diterima menjadi calon reporter di Majalah Forum Keadilan. Saat itu Kang Bowo sudah menjadi penulis lepas di berbagai media, dan kemudian menjadi Pemimpin Redaksi Jurnal Halal LPPOM MUI bersama Ahmad Husein, Kang Nuim Hidayat, Kang Sumunarjati, Kang Nurwahid, Mas Iqbal Setyarso, Mbak Elvina Rahayu dan Mbak Muti Arintawati. Ketika sudah sama-sama menjadi jurnalis, kami masih terus saling berkabar dan bertukar informasi.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button