Dosa Faahisyah
Seperti halnya dalam bertaubat kepada Allah SWT, dalam meminta maaf kepada orang yang dizalimi yang bersangkutan harus menjelaskan terlebih dahulu kesalahan apa yang telah diperbuatnya, karena tidak tertutup kemungkinan, pihak yang terzalimi tidak tahu jika yang bersangkutan yang selama ini berbuat zalim terhadap dirinya.
Dengan disampaikan secara terbuka, maka pihak yang terzalimi akan mempertimbangkan, apakah akan memaafkan atau tidak.
Akad maaf-memaafkan tak ubahnya akad-akad yang lain seperti akad jual beli, pinjam meminjam, pernikahan dan sebagainya, dimana harus jelas ijab-qabul nya.
Dari sisi ini, sulit rasanya membayangkan jika yang berbuat dosa faahisyah seorang pemimpin yang zalim, bagaimana yang bersangkutan harus menyelesaikan proses minta maaf kepada sekian ribu, juta, puluhan bahkan ratusan juta rakyat yang dizaliminya?
Jika proses meminta maaf secara terbuka tidak ditempuh, sehingga Allah tidak menerima taubatnya, maka Rasulullah Saw memberikan peringatkan keras, bahwasanya yang bersangkutan di akhirat nanti akan tergolong “Muflish” – orang yang bangkrut – disebabkan jika yang bersangkutan memiliki amal sholeh, maka amalnya akan diambil sesuai dengan kadar kezalimannya untuk diserahkan kepada orang yang dizaliminya.
Jika amalnya habis karena sudah diberikan kepada lima orang yang dia zalimi misalnya, sementara masih ada sepuluh orang lagi yang terzalimi, maka dosa dari masing-masing yang sepuluh orang tersebut akan diambil oleh Allah SWT sesuai dengan kadar kezalimannya, untuk kemudian ditimpakan kepada yang berbuat zalim.
Bayangkan bila yang terzalimi itu sekian ratus juta! Mungkinkah yang bersangkutan bisa selamat?
Jika saja semua pihak menyadari prinsip syariat Islam ini, pasti setiap orang terutama para pemimpin, akan berfikir ribuan kali untuk berani berbuat zalim.
Dengan sendirinya, akan terciptalah kehidupan yang damai tentram dan bahagia, dan seluruh manusia bahkan segenap makhluk akan menikmati kehadiran Islam sebagai rahmatan lil ‘aalamiin.
Semoga pada hari Idulfitri ini, kita tidak hanya sekedar bertukaran senyum, berjabatan tangan, mengirim kartu, membuat tulisan lewat SMS atau WA, untuk mengucapkan selamat hari raya mohon maaf lahir bathin, lalu kita beranggapan selesailah sudah segala yang terkait dengan urusan dosa faahisyah.
Jika memang tidak ada dosa faahisyah yang secara sadar dan sengaja pernah kita perbuat, atau jika pun ada kekhilafan, benar-benar tidak diniatkan, disengaja bahkan tidak disadari, maka tentu saja tidak ada masalah, bahkan sangat baik sekali kita mengucapan selamat Hari Raya dan saling maaf-memaafkan, paling tidak, untuk lebih menjalin hubungan silaturrahim.
Namun jika ada kezaliman pernah diperbuat, tentu saja urusannya tidak selesai dengan sekadar berbasa-basi seperti itu.