Fadli Zon: Kita tak Ingin Terorisme Dijadikan Alat Politik atau Bisnis
Jakarta (SI Online)- Wakil Ketua DPR yang membidangi Politik, Hukum dan Keamanan, Fadli Zon, mengapresiasi berbagai pihak atas disahkannya RUU Terorisme menjadi UU dalam rapat paripurna DPR hari ini.
“Tujuan utama adanya UU Terorisme adalah untuk memberikan perlindungan terhadap warga negara. Ini terefleksi dari definisi terorisme dalam UU baru ini,” kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jumat siang 25 Mei 2018
Ia mengungkapkan, sesuai hasil rapat terakhir, DPR dengan pemerintah sepakat untuk menggunakan definisi terorisme alternatif kedua. Yakni pendefinisian terorisme yang mencantumkan motif politik, ideologi, atau ancaman terhadap keamanan. Sehingga, ada lima unsur yang terdapat dalam definisi terorisme, yaitu adanya penggunaan kekerasan, menimbulkan teror yang luas, menimbulkan korban, merusak objek vital yang strategis, dan ada motif serta tujuan politik atau ancaman keamanan.”
“Dengan definisi ini, maka terorisme memiliki pembeda dengan tindak pidana biasa,” kata Fadli.
Selain itu, lanjutnya, dengan definisi tersebut, tindakan salah tangkap juga dapat dihindari. Sehingga aparat keamanan memiliki landasan yang lebih jelas dalam penanganan di lapangan.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini berharap dengan telah disahkannya UU Terorisme, pemerintah dan jajarannya, Polri, TNI, BNPT, BIN, dapat semakin efektif dalam penanganan ancaman terorisme. Sebab secara regulasi sudah kuat.
Saat ini, kata Fadli, tinggal bagaimana kinerja aparat penegak hukum di lapangan, mampu menjamin suasana aman bagi masyarakat luas.
“Kita juga berharap tak ada lagi teroris dan terorisme di Indonesia dan terorisme tak dijadikan alat kepentingan politik atau bisnis oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab,” harap Fadli.
Adapun terkait pelibatan TNI yang tertuang dalam Pasal 43, Fadli menjelaskan UU ini menegaskan bahwa tugas TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP). Dan ini merupakan bagian dari pengejawantahan UU TNI pasal 7 ayat 2. Namun, teknisnya bagaimana, hal itu perlu diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Fadli juga mengingatkan, maksimal satu tahun sejak sekarang, Perpres tersebut harus diterbitkan. Ini perlu diperhatikan oleh Presiden, agar pemberantasan terorisme, khususnya pelibatan TNI, bisa punya panduan dan pijakan hukum yang jelas.”
“UU yang baru ini juga sangat memperhatikan konsep HAM. Para terduga teroris harus diperlakukan manusiawi dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia. Prinsip ini penting dikemukakan agar penegakan HAM sesuai prinsip universal yang selama ini berlaku,” ungkapnya.
Pada prinsipnya, menurut Fadli, sebagai pembuat UU, DPR menginginkan agar kasus terorisme sedapat mungkin sampai ke meja pengadilan, agar penegakan hukum terorisme juga dilakukan melalui jalur hukum.
“Poin ini penting untuk mencegah munculnya ketidakpercayaan publik terhadap kerja aparat dalam pemberantasan terorisme,” pungkasnya.
Red: shodiq ramadhan