RESONANSI

‘Genderuwo Politik’

Dan itu sudah pasti ada imbalannya yang membuncah-buncah “berhamburnya kerincing-kerincing emas” dari dubur pantat Genderuwo yang kelihatannya “indah bak permata”

Yang pundi-pundinya sesungguhnya harganya tak seberapa berasal dari pengusaha-pengusaha bermata sipit rakus dan serakah oligarki korporasi —-yang sesungguhnya tak punya semangat nasionalisme lebih tak berbakti pada Ibu Pertiwi dari pada Ibu Peranakan China.

Tak seberapa konstribusinya pada anak negeri yang jumlah populasi penduduknya tak sebesar jumlah populasi di ibu negeri mereka.

Bangsa yang sudah merdeka ini tanpa terasa dan tersadar terus saja dikolonialisasi: dijajah dan dibodohi.

Dengan cara supaya para elite penguasa negara yang terlibat berkonspirasi, berkolusi dan berkorupsi bisa terus-menerus mereguk segala kehausan nikmat dunia.

Entahlah, itu sumbernya berasal dari APBN, PDB atau dikeruk dari SDA minerba yang masih tersembunyi di kandungan perut bumi Ibu Pertiwi. Yang tidak saja bakal merusaknya secara antah berantah di pulau-pulaunya bakal berantakkan, bahkan menghancurkannya sampai tak secuil pun tersisa di dalamnya.

Padahal, madu dari segala nikmat dunia itu sesungguhnya “buah” kotoran haram menjijikkan yang penuh dilumuri dosa, seandainya saja kita bisa menangkap sinar dari “tangan kemuliaan hukum Tuhan” itu sedikit saja untuk melihat sebenarnya wujud aslinya.

Yang bisa bakal merugikan bangsa ini, bahkan mengakibatkan pula suatu kesakitan yang bisa menimbulkan penyesalan yang tiada terperi tiada akhir.

Jadi, GP ini juga putra mahkota dari putra mahkota dulu yang kini menjadi rezim berkuasa. Karena dia Putra Mahkota, dia sedang diperebutkan oleh dua posisi tawar dua kekuatan besar partai melegenda dalam sejarah — lambangnya tertera di dada lambang Burung Garuda Pancasila tanduk banteng dan pohon beringin, untuk menjadi sang bakal calon Presiden.

Saking tingginya posisi tawar putra mahkota ini dia tetap saja melenggang-lenggang kemana-mana sambil memimpi salah satu wilayah tengah pulau Jawa seraya hari-hari seolah menjalani pra kampanye sebagai pesohor calon Presiden dan atau menonton hasil survey elektoral —yang dibayarnya dari tengtengan-tentangan pengusaha korporasi oligarki habis jalan-jalan menabur investasi di tanah surga, selalu mendapatkan rangking kandidat terbesar: intinya keberadaannya seperti yang akan menjadi “raja” penguasa nanti yang dinantikan.

Betapa tidak! Sampai seluruh partai anggota oligarkinya pun yang sudah terpolarisasi “berkepuraan” atau tidak pun itu belum juga mendeklarasikannya bakal calon presiden dan wakilnya.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button