Hasan al Bana, Sayid Qutb, Maududi, An Nabhani dan Al Attas
Lima tokoh di atas adalah raksasa-raksasa pemikir dunia Islam, setelah hancurnya Khilafah Islamiyah di Turki. Semuanya sudah meninggal, kecuali Syed Naquib al Attas. Bagaimana pemikiran mereka?
Siapa tidak kenal Hasan al Bana? ‘Semua’ tokoh dan aktivis Islam Islam kenal nama ini. Ia adalah pembangun yang jenius, kata ulama besar Sayid Qutb. Ia bukan hanya pembangun umat yang baik, tapi jenius.
Al Bana memulai membangun umat dengan menanamkan pentingnya al fahmu (pemahaman/ilmu). Pemahaman terhadap kesempurnaan Islam sangat penting dilakukan kader.
Kesempurnaan Islam dalam membangun manusia. Kesempurnaan dalam membangun akal, ruhani dan jasmani manusia. Akal dibangun dengan ilmu-ilmu Keislaman dan ilmu-ilmu umum lainnya yang tidak bertentangan dengan Islam.
Ruhani dibangun dengan meningkatkan ibadah kepada Allah. Baik kuantitas maupun kualitasnya. Dari yang tadinya jarang ke masjid, sering pergi ke masjid. Yang tadinya jarang melaksanakan ibadah sunnah jadi sering melakukan sunnah. Yang tadinya jarang membaca al Quran jadi sering membaca al Quran dan seterusnya.
Jasmani dibangun dengan olahraga yang secukupnya. Pembangunan jasmani selain dilakukan dengan ‘senam fisik’ bisa dilakukan juga dengan puasa.
Berpuasalah maka kamu akan sehat, kata Rasulullah Saw. Benar sabda Rasulullah ini dan para ahli kedokteran pun mengiyakannya.
Kedua, al Bana mementingkan pentingnya ikhlas. Ilmu atau pemahaman mendahului ikhlash. Karena orang bodoh sulit berbuat ikhlash. Orang bodoh biasanya niatnya dalam beraktivitas adalah untuk dunia. Untuk uang atau jabatan.
Ikhlas adalah perbuatan yang benar-benar dilakukan untuk ridha Allah semata. Untuk kebaikan manusia lainnya. Ia berbuat bukan karena uang, jabatan atau tepukan tangan. Ia berbuat benar-benar untuk Yang Maha Mengasihi manusia. Ia berbuat terbaik agar manusia kembali ke jalan Allah.
Ikhlas ini perlu dilatih. Ikhlash ini yang mengerti adalah manusia itu sendiri dengan PenciptaNya. Bila orang-orang sungguh-sungguh berbuat ingin ikhlash, insyaallah ia akan meraihnya.
Ketiga, Amal. Orang tidak cukup ilmu dan ikhlash, tapi juga beramal. Ilmu yang tidak diamalkan akan merusak orang itu sendiri. Dengan mengamalkan ilmu itu, Allah akan memberikan ilmu yang baru.
Mengubah manusia mesti dengan amal. Baik amal ucapan, tulisan atau amal karya (akhlak). Retorika yang bagus akan membuat manusia mengikuti kata-kata orang itu. Tulisan yang hebat akan membuat manusia memahami dan mengamalkannya. Dan akhlak (karya) yang mulia, akan mendorong orang lain untuk menirunya.