Hasan al Bana, Sayid Qutb, Maududi, An Nabhani dan Al Attas
Keempat, Jihad. Jihad artinya sungguh-sungguh. Jihad artinya bersungguh-sungguh memperjuangan ajaran Ilahi sampai batas kekuatannya. Ada jihad fisik, ada jihad pemikiran. Jihad fisik disyariatkan bila kita atau wilayah kita diserang musuh. Musuh yang akan membunuh kita, maka kita harus melawannya. Bila kita mati melawan musuh yang zalim ini, kita mati syahid.
Jihad pemikiran harus dilakukan ‘sepanjang waktu’. Apalagi di masa kini. Kita menghadapi perang pemikiran yang dahsyat baik di dunia nyata maupun dunia maya. Para aktivis-aktivis Islam, harus menjawab dan memenangkan peperangan pemikiran ini. Bila mereka sungguh-sungguh dan ikhlash dalam peperangan pemikiran ini, insyaallah kemenangan akan diraih.
“Yang demikian itu karena Allah pelindung bagi orang-orang yang beriman; sedang orang-orang kafir tidak ada pelindung bagi mereka.” (QS Muhammad 11)
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil (sesat) dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti kebenaran dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia.” (QS Muhammad 3)
“Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS at Taubah 40)
Kelima, Tadhiyah atau Pengorbanan. Sesuai dengan sunnnatullah, perjuangan Islam mesti butuh pengorbanan. Lihatlah bagaimana dulu para pahlawan Islam Indonesia berjihad mengorbankan jiwa raga melawan pasukan-pasukan kafir Potugis, Belanda (Sekutu) dan Jepang.
Para Nabi dulu juga demikian. Ada Nabi yang dibunuh dan ada Nabi yang memenangkan pertempuran musuhnya terbunuh. Tentu teladan terbaik adalah yang diberikan Nabi Muhammad saw. Rasulullah mengorbankan hartanya dan jiwanya untuk perjuangan Islam. Rasulullah ‘tidak pernah menolak’ orang-orang yang meminta bantuan kepadanya. Rasulullah memimpin pertempuran (fisik) langsung di medan pertempuran, dan nyawa taruhannya.
Lihat episode akhir sebelum Rasulullah hijrah. Para pemuda-pemuda pilihan tokoh-tokoh Quraisy telah sepakat bahwa untuk menghentikan tegaknya Islam, maka Nabi Muhammad harus dibunuh. Rasul terancam terbunuh. Disinilah Allah menurunkan mukjizatnya, menyuruh agar Rasulullah segera cepat berhijrah ke Madinah.
Dalam puncak kesulitan akan turun kemudahan. Dengan berhijrah justru lahir Daulah Madinah yang bercahaya. Sebuah negeri rintisan Rasulullah yang dipenuhi dengan kasih sayang sesamanya. Kasih sayang antara pendatang (muhajirin) dan penduduk pribumi (anshar).
Renungkanlah firman Allah, “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS Al Insyirah 5-6)
Imam Hasan al Bana sendiri harus mengorbankan nyawa dalam perjuangan menegakkan risalah Ilahi ini. Di umurnya yang masih 43 tahun (1906-1949). Ia wafat syahid di jalan Allah, karena kedengkian kaum penguasa yang tidak mau ditandingi ‘kebesaran atau kepopulerannya.’