NUIM HIDAYAT

Hasan Al-Banna, Sayyid Qutb dan Kartosuwiryo

Kartosuwiryo (57 tahun) adalah tokoh yang diburuk-burukkan sejarawan seperti Sayyid Qutb. Pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah 7 Januari 1905 ini sebenarnya adalah seorang ulama, pejuang Islam dan pejuang melawan penjajah Belanda.

Masa muda Karto digeluti dengan keilmuan. Selain pernah mengenyam sekolah Belanda, ia pernah berguru lama dengan tokoh pejuang Islam terkemuka di tanah air, Tjokroaminoto (1882-1934). Tjokro adalah ‘lelaki pertama’ di Indonesia yang menggelorakan perlawanan Belanda secara intelektual dan organisatoris.

SM Kartosuwiryo

Ketokohannya terkenal di seluruh tanah air saat itu. Maka jangan heran tokoh-tokoh muda saat itu seperti Musso, Soekarno, Semaun dan lain-lain ikut ngaji dan mondok di rumah Tjokro.

Karto memang tidak sehebat Soekarno dalam berpidato, tapi Karto jago nulis. Karto seorang yang tekun dan pemikir yang cerdas. Kecerdasannya menjadikan Tjokro menariknya menjadi sekretarisnya.

Tjokro tahu kelebihan dan kelemahan murid-muridnya. Ia tahu bakat Soekarno yang akan menjadi pemimpin hebat di suatu hari. Maka ia percayakan anaknya Oetari untuk dinikahi Soekarno. Pernikahan pun berlangsung syahdu, dan Soekarno kemudian memboyong Oetari ke Bandung.

Di Bandung nampaknya pemikiran Soekarno mulai berubah. Ia tidak lagi terkesima dengan pidato-pidato Tjokro. Ia kini ‘terkesima’ dengan dosen-dosen Belanda di ‘ITB’ yang pintar-pintar. Dosen-dosen itu rata-rata berpaham sosialis. Sosialisme memang di masa itu sedang mengalami kecemerlangannya di dunia. Soekarno pun tenggelam dalam pemujaan terhadap tokoh-tokoh Sosialis seperti Marx, Hegel, Nietsche dan lain-lain.

Pemikiran sosialis yang mendominasi otaknya menyebabkan ia lupa halal haram dalam soal hubungan dengan wanita. Syahwatnya pun bergejolak melihat kemolekan Inggit Ganarsih sang ibu kosnya. Apalagi sang ibu kos juga ikut syahwat melihat Soekarno yang tampan.

Maka bermesraanlah Soekarno dengan Inggit. Wajah dan tubuh Oetari tidak menarik lagi bagi Soekarno. Diceraikanlah Oetari, anak gurunya itu. Tentu Tjokro sedih melihat anaknya itu diceraikan murid kesayangannya.

Soekarno tumbuh dengan pemikiran sosialisnya (marhaenisme istilah yang dibuat Soekarno). Kartosuwiryo tumbuh dengan pemikiran Islamnya. Soekarno membentuk Partai Nasionalis Indonesia, Karto bergabung dan berjuang Bersama Partai Islam Masyumi.

Soekarno mengambil jalan diplomasi dan damai dengan penjajah Belanda. Karto mengambil jalan perang dan tidak ada kompromi dengan penjajah Belanda yang telah mengeruk kekayaan tanah air, membunuhi rakyat Indonesia dan membawa misi Kristenisasi.

Tragedi terjadi pada tahun 1949. Ketika itu Belanda memerintahkan pengosongan daerah Jawa Barat dari pasukan Indonesia. Pengosongan ini disetujui pemerintah Indonesia, Soekarno. Kartosuwiryo sebagai ‘panglima Islam’ di Jawa Barat saat itu menolak. Melihat sikap Soekarno yang ‘menyerah pada Belanda’, ideologi sosialismenya dan ketidakkonsistenannya, Karto melihat saatnya berpisah dari pemerintahan Soekarno. Ia pun dengan para ulama Jawa Barat mendirikan Darul Islam. Pendirian Darul Islam ini mendapat dukungan para ulama Aceh, Sulawesi dan lain-lain.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya
Back to top button