NUIM HIDAYAT

Hasan Al-Banna, Sayyid Qutb dan Kartosuwiryo

Merasa dirinya sebagai satu-satunya pemimpin di Indonesia, Soekarno marah kepada Karto. Ia tidak mendengar suara dari tokoh-tokoh Masyumi agar Kartosuwiryo diajak berunding. Soekarno mengirim pasukan untuk menghabisi Darul Islam. Soekarno menganggap ada negara dalam negara.

Sekitar 13 tahun terjadi perang antara pasukan Soekarno dan pasukan Kartosuwiryo. Pasukan Karto kalah dan banyak yang menyerah. Kalah persenjataan dan jumlah.

Tahun 1962, Karto ditangkap. Soekarno menandatangi hukuman mati untuk kawannya sendiri, Kartosuwiryo. Kabarnya ia menangis saat menandatangani, entah benar atau tidak. Kalau Soekarno menggunakan akal sehatnya harusnya ia ‘memaafkan’ Karto, karena jasanya sangat besar dalam perjuangan melawan Belanda. Tapi jangan harap. Ada jiwa hasad (dengki) dalam diri manusia. Pemimpin kebanyakan tidak mau ada pemimpin yang lain di luar dirinya.

Kartosuwiryo, sang pejuang Islam itu dihukum mati. Para sejarawan pro Soekarno menjelek-jelekkan Karto dan pasukannya. Memuji-muji Soekarno, menulis berjilid-jilid buku tentang Soekarno. Sejarawan pro Soekarno hanya memuji-muji, tidak pernah mengkritisi atau memaparkan dosa-dosa yang diperbuat Soekarno.

Padahal Karto adalah pejuang Islam. Soekarno adalah pejuang sosialis. Moral dan ibadah Karto jauh lebih baik dari Soekarno. Karto menjauhkan diri dari perbuatan dosa-dosa besar selama hidupnya. Soekarno? Anda tahu sendiri jawabannya. Wallahu alimun hakim. []

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik

Laman sebelumnya 1 2 3 4
Back to top button