Hukum Kekekalan Massa (Energi)
Wikipedia memberikan contoh kekekalan massa dengan sederhana. Jika hidrogen dan oksigen dibentuk dari 36 gram air, maka jika reaksi berlangsung hingga seluruh air habis, akan diperoleh massa campuran produk hidrogen dan oksigen sebesar 36 gram. Bila reaksi masih menyisakan air, maka massa campuran hidrogen, oksigen dan air yang tidak bereaksi, tetap sebesar 36 gram.
Sehingga Hukum Kekekalan Massa dapat dipahami sebagai berikut: massa dari suatu sistem tertutup akan konstan meskipun terjadi berbagai macam proses dalam sistem tersebut.
Dengan kata lain, massa zat sebelum dan sesudah reaksi kimia akan sama (konstan) dalam sistem tertutup. Berdasarkan ilmu relativitas sosial, kekekalan massa adalah pernyataan dari kekekalan energi. Massa partikel yang tetap dalam suatu sistem, ekuivalen dengan energi momentum pusatnya.
Hukum kekekalan massa ini berlaku pada ilmu kimia, teknik kimia, mekanika dan dinamika fluida. Sebenarnya, dalam ilmu ekonomipun berlaku Hukum kekekalan massa. Infak yang kita berikan memiliki massa. Infak ini juga memiliki energi, yaitu energi kebaikan. Energi kebaikan yang kita berikan kepada orang lain, tidak akan hilang. Energi itu tetap ada, dan akan kembali kepada diri sendiri.
Hal ini diabadikan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2]: 272, yang artinya: “Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari rida Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan)”.
Buya Hamka menafsirkan ayat ini sebagai berikut: bukanlah semata-mata orang Islam saja yang diberi sedekah ataupun zakat, ataupun zakat fitrah. Orang yang belum Islam sebagaimana musyrik di zaman Rasul Saw itu, yang diharapkan akan Islamnya, atau orang-orang ahlul kitab yang menjadi tetangga baik, sedangkan dia miskin. Merekapun patut mendapat. Inilah yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam (Tafsir Al Azhar, jilid 1, hal 544).
Inilah ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, bahwa sedekah itu tidak hanya diberikan kepada muslim, kepada non-muslimpun diberikan. Asal miskin, apapun agamanya berhak mendapat sedekah. Bisa jadi, dengan sedekah kita, dia menjadi baik dan berubah hidupnya. Ada energi yang membuatnya menjadi lebih baik.
Lebih lanjut Buya Hamka menceritakan, bahwa dahulu di Kebayoran Baru, ada preman penjaga masjid yang tidak mengenal shalat walaupun tinggal di pekarangan masjid. Lalu, masjid memberikan sedekah kepadanya berupa zakat fitrah. Dia heran ketika menerimanya. Karena, selama ini, dia tidak pernah mendapat zakat fitrah.
Selama ini, berdasarkan kebiasaan di kampungnya, yang mendapat zakat fitrah selalu kiai-kiai dan haji-haji. Bahkan dia sendiripun mengeluarkan zakat fitrah yang kemudian diberikan kepada mu’allim di kampungnya itu. Begitupun ketika membagikan daging kurban, pihak mesjid memasukkan namanya sebagai penerima hewan kurban.
Akibatnya, pemberian zakat fitrah di saat idulfitri dan daging kurban di saat idhul adha sangat meninggalkan kesan dalam jiwanya. Dia berubah dari yang tadinya tidak mengenal shalat menjadi muslim yang patuh dan taat beragama. Inilah energi kebaikan yang muncul akibat sedekah yang diberikan.