RESONANSI

Islam Akrab dengan Radikalisme: Facts or Hoax?

Aksi terorisme yang terjadi di dunia Barat sering kali mendominasi media di seluruh dunia. Liputan media yang intensif tentang serangan teroris yang dilakukan oleh apa yang mereka sebut “muslim radikal” telah menimbulkan efek negatif pada hubungan antar kelompok antara Muslim dan mayoritas non-Muslim di dunia Barat (Kometer, 2004).

Aksi media-media tersebut lantas melanggengkan stereotip dan prasangka tidak baik terhadap agama Islam. Apalagi di zaman modern saat ini, di mana media menjadi salah satu sumber terpenting bagi mereka yang ingin mempelajari tentang kelompok minoritas didunia (Arifin, 2016).

Lantas apakah ini benar bahwa hal tersebut hanyalah sebuah prasangka? Siapakah “muslim radikal” yang sering digemborkan oleh media-media tersebut?

Mendefinisikan istilah “radikalisme,” dan membedakan gerakan radikal dari aktivis tergolong sulit dan tergantung pada bagaimana interpretasi, perspektif, dan konteks yang digunakan. Namun, secara garis besar “radikalisme” dapat disebut sebagai keyakinan atau tindakan individu, kelompok, atau organisasi yang mengadvokasi secara extreme reformasi sosial ataupun politik untuk mewujudkan visi yang di embannya (Kometer, 2004). Namun sebagian orang juga menafsirkannya sebagai pemikiran, ide, ataupun kepercayaan yang mendalam merujuk pada asal kata radix/radic dari Bahasa Latin yang bermakna “akar” (Rahmatullah, 2017).

Dalam Bahasa Arab modern, kata radikalisme sering disebut menggunakan beberapa istilah, salah satunya adalah at-tatarruf yang bermakna pinggir atau sisi terpinggir yang sering kali diumpamakan sebagai sesuatu yang berlebihan atau melenceng dari posisi yang benar. Kata tersebut merupakan lawan dari kata al-wasat yang bermakna tengah atau posisi yang moderat yang diumpamakan sebagai sesuatu yang baik atau terpuji. Sedangkan dalam KBBI, kata “radikalisme” di definisikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis (Rodin, 2016).

Islam sebagai agama yang bersifat aktif menganjurkan penganutnya untuk berpikir secara kritis dan mendalam menanggapi segala hal yang mereka hadapi. Hal tersebut tertuang dalam Surat Ali Imran ayat 190-191. Allah SWT berfirman:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”

Dan juga Hadits Rasulullah Saw yang berbunyi:

تَفَكَّرُوا فِي الْخَلْقِ وَلَا تَفَكَّرُوا فِي الْخَالِقِ فَإِنَّكُمْ لَا تَقْدُرُونَ قَدْرَه

“Berpikirlah tentang ciptaan dan jangan berpikir tentang Pencipta, karena kamu tidak akan mampu memikirkan-Nya.” (HR. Abu Nu’aim).

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button