RESONANSI

Islam Kaffah Bukan Islam Merah Putih

Dan berbeda dengan NASKOM, nasionalis-komunis dimana ideologi komunis melalu PKI justru akan memecah belah dan menghancurkan bangsa, kesatuan NASA melalui dan dengan Islam sebagai agama mayoritas bangsa melakukan rekonsiliasi, fusi dan peleburan yang tujuannya mewujudkan kesatuan dan persatuan kebangsaan dan kenegaraan.

Itu secara faktual dibuktikan oleh sejarah terjadinya kesepakatan para tokoh-tokoh Islam, seperti H. Agus Salim, M Natsir, M. Yamin, KH Hasyim Asyari dan KH Wahid Hasyim menyetujui penghapusan salah satu sila dari Piagam Jakarta, “dengan menjalan syariat Islam”, kemudian menjadi seutuhnya sebagaimana termaktub hingga kini menjadi sila-sila dari Pancasila yang murni dan geniun.

Dan sekali lagi hal yang menjadi substansial secara representator para tokoh itu mewakili kelembagaan Islam Kaffah yang sudah ada dan tumbuh dalam sejarah Indonesia.

Jika kita dapat luruskan, keIslaman ke-Indonesia-an yang Kaffah itu sudah berada pada saat dimulai Rasullah dalam fase awal melakukan syiar penyebaran Islamnya melalui Khulafaur Rasyidin di antaranya adanya jejak sejarah Syaidina Ali bin Abi Thalib mengunjungi wilayah Nusantara Sunda.

Kemudian, itu didistorsi oleh kolonialisasi dan imperialisme penjajah Belanda seolah Islam baru masuk Nusantara abad 13, menghilangkan jejak-jejak sejarah Islam hampir lima abad Islam Kaffah itu mendulang penyebaran penyiaran dakwahnya di kepulauan Nusantara itu.

Jadi, ucapan Puan Maharani yang ujug-ujug mewacanakan Islam Merah Putih, di satu sisi sama saja itu menentang untuk menghilangkan sejarah (tarikh), di sisi lain ini yang paling berbahaya dikarenakan menentang ketentuan Allah SWT (syariah) sesuatu yang sudah mutlak ditetapkan oleh Allah SWT, sebagai qadha, sebagaimana disebutkan di Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 208.

Itu jelas merupakan pelanggaran akidah, dan akibatnya bagi umat Islam, apapun, bagi kepentingan agamanya, upaya perlawanan dengan jalan Jihadul Fii Sabilillah, adalah jalan yang diwajibkan bahkan diperintahkan Allah SWT sebagai ibadah kebenaran yang hak dari yang batil untuk “meluruskan dan diluruskan”, jelas imbalannya dari Allah SWT pahalanya surga tertinggi di langit ketujuh, surga Firdaus.

Maka, jika sudah seperti ini, akan berakibat kurang menguntung bagi kesatuan kebangsaan (nation unity), terlebih secara faktual dalam sejarah, sekali lagi, Islam tidak pernah memulai dan atau berinisiasi-berinteraksi untuk secara politik berambisi meraih kekuasaan yang jika itu diniatkan boleh jadi akan semudah membalikkan kedua belah tangan.

Karenanya, lontaran Puan mewacanakan Islam Merah Putih itu sungguh sangat sulit dimengerti dengan pemikiran yang waras dan akal sehat.

Jadi, jika kita menganalisisnya dengan cara pemikiran bersifat zuhud dan suuzhan, sepertinya ada upaya-upaya —sebagian orang ya tentu saja kalangan elite politik lah (boleh jadi apakah ini karakter dan watak politik para elite kiri yang secara laten masih ada dan tersembunyi?), mengartikulasikan ingin mengurangi peran, kiprah dan ikhtiar agama dalam dan secara politik.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button