LAPORAN KHUSUS

Jam Dinding, Seprai dan Kacang Rebus dari Eyang Habibie

Mobil buatan tahun 1950an itu didapatkan dengan cara yang unik. Sudah menjadi barang rongsokan di hutan Jambi. Tersangkut di sebuah pohon.

Pribadi yang cair, tidak jaim dan senang silaturahmi adalah ciri khas yang melekat pada Pak Habibie. Beliau juga terkesan tidak peduli dengan jabatan, termasuk sebagai presiden.

Ketika anggota MPR menjegalnya. Menolak pidato pertanggungjawabannya, padahal belum dibacakan. Pak Habibie juga menanggapinya dengan rileks.

Beliau tetap hadir ke Gedung MPR-DPR ketika Gus Dur dan Megawati dilantik menjadi presiden dan wapres. Kepada para pendukungnya yang sangat kecewa, Habibie menyerukan agar mendukung pemerintahan yang baru.

Setelah tidak menjadi presiden, Pak Habibie masih terus menjalin silaturahmi dengan para presiden penggantinya. Ketika Megawati menjadi presiden, sampai SBY dan Jokowi, Habibie masih sering bertemu.

Beliau dengan santai selalu hadir pada acara-cara kenegaraan, terutama pada peringatan HUT kemerdekaan RI 17 Agustus. Satu hal yang tidak bisa dilakukan Pak Habibie adalah bertemu mentornya, orang yang membesarkannya: Pak Harto.

Beliau dilarang bertemu. Hal itu menjadi kesedihan tersendiri baginya.

Pak Habibie juga rajin takziah, melayat ketika ada tokoh atau orang yang dikenalnya wafat.

Ketika Haji Roosniah Bakrie ibunda pengusaha nasional Aburizal Bakrie wafat, 20 Maret 2012, Pak Habibie mengantarnya sampai ke tepi liang lahat.

Dengan usia yang sudah sepuh (76) Pak Habibie duduk di sebuah kursi. Saking padatnya pelayat, banyak yang tanpa sadar berdiri berdesakan di depan Pak Habibie.

Pantat (maaf) para pelayat tepat berada di depan mata Pak Habibie. Beliau tetap duduk dengan tenang. Anehnya ajudan beliau hanya membiarkan. Mungkin mereka tidak menyadarinya.

Dengan sopan saya meminta mereka untuk minggir. Bagaimanapun Pak Habibie adalah tokoh sepuh dan pernah menjadi Presiden RI. Harus tetap dihormati.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button