Jejak Ghirah “Revolusi Putih” HRS
Karena dari awalnya “Revolusi Putih” yang dicanangkan oleh HRS dari Saudi Arabia, itu pun lahir karena murni menyuarakan ghirahnya untuk menjunjung tinggi dan menegakkan Islam, ketika seorang Gubernur Ahok menistakannya.
Baca artikel “Revolusi Putih” ditulis oleh penulis yang sama di situs Panjimas, 2017 silam: “Substansi ‘Revolusi Putih’ itu manifestasi menjaga dan menguji kesabaran. Baru dicanangkan oleh HRS dari Saudi Arabia, semula bak menggelar sajadah panjang perjuangan, sebagaimana ruh puisi Taufik Ismail fatwakan: sesungguhnya ghirahnya ditaburkan semenjak seluruh Aksi-Aksi Bela Islam dikerahkan. Tak ada kekerasan, anarki atau pun chaos. Justru, ditunjukkan Islam itu cinta damai dan toleran….”
Jika kemudian revolusi itu disebut sebagai gerakan politik, itu pun terjadi hanya sebagai suatu kebetulan keterperangkapan politik, “political traping” belaka.
Artinya, itu serta merta, bukanlah dirancang dan dibuat oleh HRS sebagai kesengajaan, tapi itu dikarenakan penistaan itu dilakukan oleh seorang Gubernur yang memiliki jabatan publik dan politik.
Boleh jadi karena sakit hati dikalahkan, bahkan Ahok kemudian masuk penjara, entah itu perasaan dan prasangka pribadi atau komunitas pengikutnya, aksi gerakan yang ber seberangan bersifat amoral itu justru didengungkan atau dilontarkan oleh “pesakit hati” alias dendam musuh-musuhnya dengan secara masif, terstruktur dan sistematis di semua lini media massa dan sosial.
Lantas, gerakan politik HRS didengungkan oleh mereka sebagai gerakan Islam populisme radikal, intoleran, berbau SARA pengungkit politik identitas, issue kebangkitan penyesatan Khilafah, isu terorisme, dsb.
Karena peristiwa tersebut bersamaan momentumnya dengan Pilkada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang saat itu sebagai lawan calon kebagian terkena getahnya: Anies secara signifikan memang didukung oleh gerakan kelompok HRS yang dinafikan membawa paham-paham radikal tersebut, yang sudah pasti oleh sebagian publik Jakarta masih ditanggapi dengan nada miring dan pandangan negatif, dikuatirkan bakal menggembos perolehan suara Anies. Tapi, toh di pemilihan bilik suara Anies tetap lolos dan memenangkannya.
Menjadi Imam Besar Islam Indonesia
Demikian juga dengan HRS, justru momentum ketika beliau “pindah” bermukim di Saudi Arabia, meski HRS tak berada di Indonesia, semakin mengokohkan beliau kemudian menjadikan dan dijadikan oleh umat pengikutnya sebagai Imam Besar Islam di Indonesia.
Dalam catatan sejarah perkembangan Islam di Indonesia, ini sungguh menandai suatu fase baru munculnya regenerasi baru kepemimpinan Islam yang menyentuh gerakan politik informal untuk ikut dalam mewarnai dan menengarai percaturan politik nasional.