SUARA PEMBACA

Keadilan Sosial Ada dalam IKN?

Semua pihak fokus pada pembangunan IKN, seperti Menteri Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, yang sebelumnya sebagai koordinator penanganan Covid -19 Jawa Bali mengeluarkan kebijakan agar warga usia 60 tahun tidak keluar rumah guna memutus penularan Covid-19, namun dirinya menyatakan harus berangkat ke Arab Saudi untuk IKN. Pertanyaannya, apakah untuk pelaku bisnis tidak mungkin terpapar virus atau malah menjadi carrier dan menciptakan kluster penularan baru?

Tak ada jaminan kesehatan, ekonomi, hari tua dan yang lainnya untuk rakyat dengan makna sebenar-benarnya jaminan, melainkan rakyat harus membayar sejumlah premi, biaya setiap bulannya jika menunggak diberi denda. Padahal, di sisi lain, harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal, pun barangnya langka di pasaran. Belum biaya listrik, air, BBM yang juga menjadi beban bagi rakyat sebab diserahkan pengelolaannya kepada swasta. Lantas dimana semangat sila ke-3 dan ke-5 dari Pancasila itu jika rakyat bak jatuh tertimpa tangga pula?

Kapitalisme begitu mesra berkelindan dengan sistem politik demokrasi. Dengan Mengatasnamakan Pancasila setiap pemimpin baru yang terpilih menjanjikan kebaikan, padahal tak pernah terwujud apa efeknya bagi masyarakat, yang nampak justru masing-masing pejabat memperkaya diri sendiri dengan bisnis yang ditawarkan para oligarki di negeri ini. Maka bisa dipastikan, tak akan pernah ada keberpihakan pada kepentingan rakyat. Rakyat adalah tumbal bagi keegoisan dan ketamakan mereka.

Lantas, masihkan terus berharap pada sistem yang cacat ini? Sebab, secara logika ada banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menjadi sebuah negara maju yang smart dan kompetitif di tingkat global, bukan sekadar IKN yang baru dengan kemajuan teknologinya. Namun yang terpenting, bagaimana masyarakatnya, aturan dan perasaan apa yang dimiliki masyarakat di dalamnya. Jika masih diatur kapitalisme demokrasi yang asasnya sekuler maka tak akan pernah terwujud cita-cita di atas.

Ketamakan manusia yang dibiarkan mengatur dan memberi solusi bagi setiap persoalan umat, jelas akan menimbulkan perbedaan dan pertentangan . Terlebih jika sudah dibumbui dengan motivasi manfaat materi. Maka akan kita lihat seperti hari ini, dimana peran negara sangat minim dalam mengurusi rakyat. Semua diberikan kepada swasta, yang diklaim lebih baik dalam hal keahlian dan pelayanan. Padahal, orientasi mereka adalah profit. Bagaimana mungkin membangun hubungan penguasa dan rakyat dengan perhitungan bisnis atau untung rugi?

‘Aisyah berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ya Allah, Barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas dia membuat susah mereka, maka susahkanlah dia. Dan barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas dia mengasihi mereka, maka kasihilah dia.” (HR. Muslim no. 1828). Penguasa hari ini yang di tangannya ada kekuasaan semestinya tak mengabaikan hadis ini, jika mereka mukmin. Sebab ini tidak main-main, Allah SWT amat sangat mengasihi Rasulullah dan mendengar setiap doanya.

Setiap kesusahan yang dialami umat tak ada penghalang di hadapan Allah, maka alangkah lebih baik jika penguasa fokus pada persoalan sebenarnya, yaitu mewujudkan kesejahteraan hakiki. Dengan cara mencabut sistem buruk dan menggantinya dengan sistem yang disyariatkan Allah, di mana di dalamnya pasti ada keadilan. Allah SWT berfirman dalam QS Al Furqan :1 yang artinya” Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia). Mahasuci Allah yang telah menurunkan Furqan, yaitu Al-Qur’an yang menjelaskan dengan gamblang perbedaan antara hak dan batil“. Wallahu a’lam bish shawab.

Rut Sri Wahyuningsih, Institut Literasi dan Peradaban.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button