Kecurangan Pilpres 2019: Terstruktur, Sistematis, Masif dan Brutal?
Tudingan Said Didu ini bukan main-main. Jika benar dan terbukti bila proses Pemilu terjadi kecurangan TSM, kemungkinannya cuma dua. Pertama, diskualifikasi calon yang melakukan pelanggaran; kedua, pemilihan presiden ulang.
Apa yang dimaksud kecurangan TSM?. UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 pasal 289 ayat 3 menjelaskan, yang dimaksud pelanggaran struktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau bersama-sama. Pelanggaran sistematis adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi-ini juga sudah terjadi. Sedangkan pelanggaran masif adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan-bukan hanya sebagian.
Pelanggaran tersebut harus dinilai pada seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu. Pertama, penetapan daftar pemilih. Kedua, kampanye. Ketiga, pelaksanaan pemilihan. Keempat, pelaksanaan perhitungan suara. Penilaian kecurangan itu merupakan akumulasi dari seluruh tahapan Pemilu. Lalu, bagaimana membuktikan adanya kecurangan TSM itu?.
Pemilu 2019 ini terjadi dalam kondisi Indonesia menghadapi revolusi industry 4.0. Zaman digital. Kabar dari media sosial lebih cepat dibanding media-media konvensional. Semua orang bisa menyiarkan sendiri setiap peristiwa yang dialami, dilihat dan dirasakan.
Meledaklah kabar dari Malaysia. Beberapa video yang beredar di media sosial menunjukkan banyaknya surat-surat suara tercoblos di Selangor. Bukan hanya surat suaranya yang sudah tercoblos, bahkan proses pencoblosan surat-surat suara itu pun ada. Untuk Pilpres surat-surat itu dicoblosi di paslon 01, sementara untuk Pileg surat suara dicoblos pada Caleg Partai Nasdem, Davin Kirana. Davin adalah putra Dubes Indonesia di Malaysia, Rusdi Kirana.
Kasus pencoblosan surat suara di Malaysia ini demikian terang-terangan dan brutal. Sulit untuk dibantah. Apalagi disebut hoax. Bawaslu menyatakan video-video yang beredar itu benar adanya.
Setelah dilakukan investigasi, akhirnya Bawaslu merekomendasikan pergantian dua anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN Malaysia) dan pemilihan suara ulang untuk metode melalui pos.
Dua anggota PPLN yang direkomendasikan untuk diganti adalah Krishna Hanan dan Djadjuk Natsir. Khrisna adalah Wakil Dubes, sementara Djadjuk adalah penanggung jawab pemungutan suara melalui pos.
Jauh sebelum pemilu dilaksanakan, sejatinya nuansa TSM itu sudah terjadi. Dari persoalan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) hingga soal teknis kampanye. Soal DPT misalnya, tiga hari sebelum pencoblosan, Tim IT BPN Prabowo-Sandi melaporkan, ada 17,5 juta pemilih di DPT bermasalah.
Direktur IT BPN, Agus Maksum, mengungkapkan sebelum hari pencoblosan Pemilu, pihaknya sudah mewanti-wanti KPU agar menyelesaikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ada di seluruh Indonesia.