FOKUS MUSLIMAH

Keluarga Muslim dalam Ancaman Kapitalisme

“Harta yang paling berharga adalah keluarga”, begitulah sebuah syair lagu menggambarkan arti sebuah keluarga. Dalam tatana kehidupan bernegara dan bermasyarakat, keluarga merupakan pondasi pertama dalam membentuk aqidah dan keyakinan seseorang, serta merupakan benteng terakhir dalam melindungi dan mempertahankan aqidah dan keyakinan generasi. Ditengah kemerosotan moral yang begitu parah, tugas orang tua menjadi sangat berat dalam mendidik anak-anaknya. Tidak cukup dengan hanya menyekolahkannya disekolah-sekolah Islam atau pesantren, tapi orang tua harus mengerahkan segala daya & upaya dalam mewujudkan generasi yang tangguh dalam memegang prinsip-prinsip agama.

Ketakutan dan kehawatiran para orang tua telah dipicu oleh adanya fakta buruk yang terjadi di kalangan anak-anak dan remaja. Dikutip dari Lampung.tribunnews.com bahwa belum lama ini terungkap kasus hasil temuan PKBI Lampung “satu sekolah SMP ditemukan 12 orang siswinya dalam kondisi hamil“. Hasil dari survei Direktur PKBI Lampung Dwi Hafsah Handayani mengatakan, dirinya pernah melakukan survei ke apotek di sekitar kampus dan kosan, dari hasil survei ditemukan, ternyata barang yang paling laris dibeli di apotek adalah kondom dan testpack (alat tes kehamilan).

Fakta lain, terungkapnya kasus menghawatirkan, aktivitas asusila siswa SMP di grup whatsapp “all stars”. Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi mendapatkan temuan terkait tindak asusila melalui grup aplikasi mengobrol whatsapp (WA) yang beranggotakan 24 siswa dan siswi di satu SMP di Cikarang Bekasi. Para anggota saling berbagi vidio porno dan saling mengajak untuk berhubungan badan. (www.pikiran-rakyat.com).

Dan masih banyak lagi fakta-fakta yang mencengangkan yang menimpa generasi bangsa ini. Tak urung bayak pakar pendidikan dan pemerhati anak & remaja angkat bicara menyodorkan berbagai solusi. Beberapa pakar menilai bahwa gejet merupakn media yang paling berpengaruh terhadap rusaknya moral anak bangsa. Berbagai informasi bisa dengan mudah diakses oleh siapa saja termasuk anak-anak. Sehingga gejet bisa memuaskan keingintauan anak yang sangat mungkin akan berdampak pada aktifitas fisik mereka.

Soni MS, ketua Garut Education Whatch mengaku prihatin atas fenomena ini, apalagi jumlah anggota di grup ini sudah mencapai 2600 orang lebih. Soni mengingatkan agar sekolah lebih meningkatkan peran guru BP agar bisa lebih aktif memantau perkembangan psikologis siswa di sekolah. Menurutnya fenomena ini harus menjadi tanggungjawab semua pihak mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, ulama dan semua elemen masyarakat.

Lantas mampukah sistem Demokrasi yang dianut oleh bangsa ini menjawab dan menyelesaikan permasalahan ini?. Sejau ini hukum nasional Indonesia tidak mengkriminalisasikan homoseksual. Hal ini berarti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak menganggap homoseksual sebagai tindakan kriminal. Sungguh mengerikan.

Di negaka kita secara khusus mengenai seks bebas tidak diatur dalam KUHP tetapi tindakn tersebut dapat menjerumuskan kita pada tindak pidana tertentu, seperti melanggar kesusilaan di depan umum, artinya tindakan seks bebas selama dilakukan oleh orang dewasa suka sama suka maka tidak melanggar hukum. Perzinahan diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa Dipidana dengan pidana penjara selamalamanya sembilan bulan. Itupun kalau ada yang melaporkan.

Alih-alih bisa menyelesaikan problematika generasi bangsa, sistem di negri ini seolah tak bisa menjawab berbagai persoalan bangsa. Solusi yang dilahirkan sistem Demokrasi ini seolah hanya tambal sulam terhadap berbagai keburukan, menutupi keburukan yang satu terbukalah keburukan yang lain. Rakyat harus sadar bahwa sistem Demokrasi sangatlah rapuh dan tidak layak kita pakai untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, aman tentram dan sejahtera. Solusinya hanya satu yaitu sistem kehidupan Islam yang telah terbukti mensejahterakan rakyatnya selama tidak kurang dri 13 abad.

Solusi Islam
Islam adalah seperangkat aturan dari Allah SWT untuk manusia hingga akhir jaman. Seperangkat aturan tentang kehidupan yang sangat memahami potensi dan kecenderungan manusia. Dalam Islam, pendidikan anak dan generasi menjadi tanggungjawab keluarga, masyarakat dan negara.

Keluarga
Ayah sebagai pemimpin dalam keluarga tidak hanya memiliki kewajiban mencari nafkah, tetapi bertanggungjawab atas seluruh anggota keluarga, termasuk memperhatikan pendidikan untuk anak dan istrinya. Ibu yang diposisikan sebagai ummun warobatul baiti memiliki kewajiban mengurusi urusan-urusan rumah termasuk pendidikan untuk anak-anaknya.

Ibu sebagai madrosatul uula (pendidik pertama) bagi anak-anaknya. jika peran ibu ini dioptimalkan maka anak-anak akan mendapatkan pengajaran terkait dengan hal-hal yang sangat mendasar dalam kehidupan, anak tidak hanya diajarkan bagaimana cara berjalan, berbicara, makan, mandi, tapi lebih jauh dari itu adalah penanaman aqiidah yang kuat, anak akan bisa membaca dan menulis serta berhitung lewat tangan ibunya, anak akan belajar sholat dan mengaji juga oleh ibunya sendiri.

Seorang ibu akan mempersiapkan anaknya menjadi seorang manusia dewasa yang bertanggungjawab terhadap dirinya, keluarganya, masyarakat dan negara, dan yang paling utama dihadapan Allah SWT. Begitu mulyanya tugas seorang ibu, menjadi penopang peradaban hingga ayah sebagai kepala keluarga dan juga pemerintah harus memperhatikan dan memfasilitasi pendidikan bagi para ibu dan calon ibu, karena negara membutuhkan para ibu yang cerdas untuk menopang peradaban. Pendidikan orang tua di rumah yang bersinergi dengan sekolah, akan melahirkan generasi yang siap mengarungi medan kehidupan yang penuh dengan tantangan.

Bandingkan dengan sistem kapitalis yang menjadikan para wanita sebagai alat pencetak uang, produktifias seorang wanita diukur dengan seberapa banyak ia bisa menghasilkan materi. Gaya hidup materialistis yang merasuk kedalam jiwa para wanita telah menghilangkan rasa sensitifitas mereka terhadap keluarga. Materi menjadi perhatian utama karena dengan materi semua bisa… Para wanita tak terkecuali para ibu telah terseret oleh gaya hidup materialistis, hedonis dan konsumeris oleh tayangan-tayangan yang disajikan di media – media elektronik, dan yang paling merasakan dampak dari semua itu adalah lemahnya keyakinan dan kepribadian generasi bangsa.

Masyarakat
Manusia adalah mahluk sosial, sehingga interaksi dengan sesama manusia menjadi sebuah keniscayaan. Ketika anak berinteraksi di luar rumah, jauh dari perhatian orang tua, maka yang menjadi kontrol ditengah-tengah mereka adalah masyarakat. Untuk itu Allah SWT telah memerintahkan setiap individu untuk beramal makruf nahyi mungkar.

“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan beramal sholeh, dan saling nasihat-menasehati dalam kebenaran, dan saling nasihat-mensihati dalam kesabaran.“ (QS. Al-Asr : 1-3)

Islam menggambarkan masyarakat bagaikan sekumpulan penumpang yang berada dalam sebuah kapal, ketika seorang penumpang berusaha melobangi kapal sementara penumpang yang lain hanya diam menyaksikan maka yang akan terjadi adalah tenggelamnya seluruh penumpang kapal.

Namun bagaimana dengan masyarakat kita sekarang yang terkurung dalam sistem demokrasi, terbelenggu oleh sikap individualis, teracuni oleh hak asasi manusia. Dalam sistem Demokrasi setiap individu dijamin oleh Undang-Undang kebebasan berexpresi, boleh melakukan apa saja selama tidak ada pihak yang dirugikan, hasilnya adalah apa yang kita saksikan dan kita rasakan saat ini, pergaulan bebas, narkoba, LGBT dan lain-lain merebak dimana-mana.

Negara
Negara memiliki andil yang sangat besar dalam mencetak generasi yang baik atau buruk. Ketika negara menerapkan aturan perundangan yang tegas dan berorientasi pada kemaslahatan ummat, maka rakyat akan terlindungi dari paham-paham yang merusak aqidah dan keyakinan. Begitupun dengan harta, darah, jiwa dan raga juga kehormatan kita akan terjaga. Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup dasan setiap warga, negara juga akan menerapkan aturan yang akan membuat setiap individu bisa melaksanakan kewajiban dan fungsinya dengan benar.

Negara akan menjamin setiap laki-laki dewasa untuk bekerja, karena mencari nafkan adalah kewajiban bagi mereka. Negara juga akan memfasilitasi warganya dalam melaksanakan kewajiban menuntut ilmu dengan cara mendirikan sekolah-sekolah gratis dengan fasilitas terkini, kurikulum yang bersinergi dengan pendidikan orang tua di rumah, tayangan televisi dan media sosial yang sarat dengan nilai-nilai positif yang akan menghantarkan pada terciptanya generasi yang beradab.

Kemudian yang tak kalah penting adalah diterapkannya sangsi yang tegas dan tak pandang bulu, sangsi yang memiliki dua fungsi yaitu yang pertama sebagai penebus dosa bagi pelakunya dan yang kedua sebagai tindakan preventif (pencegahan), agar kejahatan serupa tidak terulang lagi dengan cara pelaksanaan hukuman yang disaksikan di muka umum.

Begitu sempurnanya sistem Demokrasi dimata mereka, hingga mereka tidak sadar bahwa aqidah dan keyakinan mereka telah terkikis oleh sistem ini, bahkan keluarga yng merupakan benteng terakhir umat ini sedang berangsur menuju kearah kehancuran. “Dan barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang sudah diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir “ (QS AL maidah : 44)

Erni Sukmawati
(IRT, Pemerhati Masalah Anak)

Artikel Terkait

Back to top button