Kenangan Indah Bersama Hizbut Tahrir
Kitab-kitab yang ditulis Taqiyudin an-Nabhani mencerahkan. Argumentasi-argumentasi yang ia bangun dalam menjelaskan tentang Islam, merangsang otak untuk berpikir.
Di kitab Fikrul Islam misalnya ia menjelaskan tentang tiga kekuatan yang dimiliki manusia. Kekuatan materi, kekuatan maknawi dan kekuatan ruhiyah. Kekuatan materi adalah kekuatan yang sangat lemah. Contohnya seperti kekuatan tentara- tentara Belanda yang menjajah Indonesia, kekuatan Rusia yang menjajah Afghanistan dan kekuatan Amerika yang menjajah Vietnam dan Irak. Bagaimanapun kekuatan senjata (materi) yang dimiliki, ia akan kalah dengan kekuatan maknawi (semangat) yang dimiliki para pejuang yang dijajah.
Kekuatan maknawi (semangat) dimiliki adalah kekuatan semangat yang dimiliki oleh ‘orang-orang kafir’ yang dijajah atau yang ingin meraih suatu cita-cita. Misalnya kekuatan semangat yang dimiliki oleh tentara-tentara Vietnam dalam melawan penjajah Amerika.
Kekuatan ruhiyah adalah kekuatan terdalam yang dimiliki Muslim karena kesadaran hubungannya dengan Yang Maha Esa, Allah SWT. Ia yakin bahwa Allah SWT Yang Maha Kuasa akan menolongnya dimanapun ia berada. Kekuatan ini terwujud misalnya pada rakyat Indonesia ketika dijajah Belanda. Rakyat dengan kalimat ‘Allahu Akbar; dan senjata seadanya berhasil mengusir para tentara Belanda yang dilengkapi dengan kendaraan tank, pesawat, senjata otomatis dan lain-lain.
Kekuatan ruhiyah ini dimiliki Rasulullah Muhammad saw yang berjuang sendirian pertama kali menyebarkan dakwah Islam ke dunia. Rasulullah dengan imannya yang tinggi kepada Allah menapaki jalan dakwah setapak setapak sehingga terwujud Madinah Munawwarah (kota yang bercahaya). Meski diteror, diancam bunuh, sahabat-sahabatnya disiksa dan dibunuh, Rasulullah tidak gentar menghadapi itu semua. Tiap menghadapi masalah, Rasulullah mengadu kepada Allah SWT, Tuhannya. Dalam Perang Badar misalnya, ketika jumlah kaum kafir tiga kali lipat dari kaum Muslim, Rasulullah mengadu kepada Allah SWT sambil menangis. Sehingga Allah kabulkan doanya dan kaum Muslim menang dengan gemilang dibantu para malaikat yang tidak terlihat.
Kekuatan Ruhiyah ini juga dimiliki oleh kaum Muslimin Afghanistan ketika dijajah Rusia. Dalam buku tentang Jihad Afghanistan dikisahkan bagaimana para tentara Muslim itu mengalami keajaiban-keajaiban dalam perang menghadapi Rusia yang didukung peralatan-peralatan militer yang canggih.
Dalam kitab Fikrul Islam, Taqiyudin –yang memakai nama samaran Muhammad Ismail- juga menjelaskan tentang Islam Suatu Metode Kehidupan yang Unik, Islam adalah Mafahim (Kumpulan Pemahaman) bagi Kehidupan bukan sekadar Maklumat (Informasi), Mafahim Islam adalah Patokan-Patokan tingkah laku manusia dalam kehidupan, Syakhsiyyah (pembentukan kepribadian Muslim), Hukum Syara’ Pasti Mengandung Maslahat, Naluri Beragama, Proses Pemikiran dan lain-lain.
Dalam kitab at-Tafkir, Taqiyudin menjelaskan tentang jenis-jenis pemikiran manusia. Menurutnya ada tiga jenis pemikiran manusia. Dangkal, Mendalam dan Jernih. Pemikiran dangkal adalah pemikiran yang dihasilkan oleh kaum awam. Pemikiran yang lahir dari pengamatan indera sekilas. Misalnya daun pohon berwarna hijau, matahari bersinar dan seterusnya.
Pemikiran mendalam adalah pemikiran yang dilahirkan oleh kaum cerdik pandai. Misalnya ada proses fotosintesis di sebuah tanaman, ada atom di sebuah benda dan seterusnya.
Pemikiran jernih (cemerlang) adalah pemikiran yang dilahirkan oleh ilmuwan-ilmuwan Muslim. Ketika melihat tanaman, bukan hanya berfikir tentang adanya akar, kebutuhan tanaman terhadap matahari dan lain-lain, tapi ia juga berfikir tentang siapa yang mencipta tanaman itu. Mungkinkah tanaman itu tumbuh sendiri? Bila tanaman tumbuh sendiri, ia bisa memilih bibit jambu misalnya ketika ditanam menjadi duren dan seterusnya. Ternyata tanaman tidak bisa memilih. Ia mengikuti hukum alam, hukum Allah yang terdapat di alam (sunnatullah). Manusia pun hanya menunggu tanaman itu tumbuh. Manusia tidak menciptakan daun, akar dll dalam tanaman itu. Allah SWT dalam surat al Waqiah bertanya,”Apakah kamu tidak melihat benih yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?”
Dalam kitab Haditsush Shiyam, Taqiyudin membahas tentang kebangkitan sebuah bangsa. Ia menyangkal kebangkitan bangsa karena ekonomi atau budaya. Lihatlah Saudi Arabia atau Brunei. Dua negara itu mempunyai ekonomi yang bagus, tapi negaranya ‘tidak bangkit’ (tidak menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain). Lihatlah budaya yang dimiliki negara Perancis yang katanya tinggi. Tapi Perancis tidak menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain. Kini yang disebut negara yang hebat/bangkit adalah Amerika (sebelum Perang Dunia II, Inggris yang menjadi teladan dunia). Amerika menjadi teladan bangsa-bangsa lain, terutama bangsa yang sekuler (bangsa yang memisahkan agama dari kehidupan).
Maka untuk membangkitkan sebuah bangsa, mesti membangkitkan pemikirannya. Bila dalam sebuah bangsa disitu pemikirannya berkembang, pemikirannya banyak yang cemerlang, maka bangsa itu disebut bangkit. Dan pemikiran Islam (yang diinspirasi Al-Qur’an) adalah pemikiran yang paling cemerlang. Kebangkitan berlandaskan Al Quran ini adalah kebangkitan yang sejati, kebangkitan yang bersumber dari wahyu Allah SWT. Bersumber dari Yang Maha Hebat yang Maha Tahu tentang seluk beluk manusia.
Menurut Taqiyudin, Islam memimpin dengan pemikiran, bukan dengan senjata seperti Barat. Pemikiran yang mendalam dan jernih, bukan pemikiran dangkal seperti yang dimiliki Barat.
Dalam kitab Syakhsiyah Islamiyah (Kepribadian Islam) tiga jilid, Taqiyudin juga menarik ketika membahas masalah kepribadian manusia. Kepribadian Islam dibagi menjadi dua, Aqliyah Islamiyah dan Nafsiyah Islamiyah. Aqliyah Islamiyah yaitu membangun pemikiran manusia berdasar Islam. Ini dilakukan dengan pengajian, diskusi, memahami Al-Qur’an dan hal-hal lain yang berkaitan dengan dengan pembangunan ‘akal yang Islami’. Nafsiyah Islamiyah dibangun dengan syahadat, shalat, zakat, puasa, haji dan hal-hal lain yang berkaitan pembangunan ‘jiwa yang Islami’.
***