KHOTBAH

Khotbah Iduladha KH Muhyiddin Junaidi: Keteladanan Nabi Ibrahim AS dalam Memimpin Umatnya

Mengutamakan dialog dan pendekatan persuasif. Seusai mendapat perintah Allah untuk menyembelih Ismail, ia melakukan dialog kepada anaknya untuk mendapatkan respon dan jawaban. Ia sangat menghargai sikap Ismail yang sudah mencapai umur dewasa. Pendekatan ini sangat penting dan bijak bagi seorang pemimpin untuk mengakomodir aspisari rakyatnya.

  1. Siap berkorban dalam berjihad di jalan Allah.

Hidup itu adalah rangkaian dari perjuangan panjang tanpa henti. Tak ada arti hidup tanpa perjuangan.

Setelah ditinggalkan belasan tahun untuk tugas dakwah di Palestina dan penantian kelahirannya selama 96 tahun dari Siti Hajar, ia kembali harus menunjukkan ketaatan absolut kepada Allah tanpa reserve. Dibalik perintah itu ternyata ada tujuan amat mulia yang harus dimengerti oleh umat islam sebagai keturunan shaleh dan shlihah.

Cinta hakiki membutuhkan pengorbanan, pembuktian dan loyalitas. Ibrahim sekali lagi berhasil melewati ujian dari Allah. Kini perintah itu adalah salah satu rukun Islam. Jutaan kaum Muslim terus berdatangan mengunjungi Batullahil Haram. Seandainya tak ada kouta atau batasan yang ditetapkan oleh OKI dan pemerintah Saudi, jumlah jamaah haji dari manca negara akan membanjiri tanah haram dimana pemerintah Saudi tak akan mampu mengakomodasinya.

  1. Berlaku adil tanpa keraguan.

Menegakan kebenaran dan merapkan keadilan bagi semua adalah kunci keberkahan dan kemajuan. Kesuksesan pemimpin ditentukan oleh prilakunya yang adil, bebas KKN ,minus kebohongan, kezaliman dan tindak kesewenang-wenangan. Law enforcement menjadi pillar utama dalam mengelola negara dan bangsanya. Allah berfirman:

Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa perintah lalu ia melaksanakannya dengan sempurna. Dan Allah berfirman, sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh umat manusia. Ibrahim bertanya. Dan juga bagi anak cucuku? Allah berfirman, Benar, tetapi janjiKu tak berlaku bagi orang-orang zalim.

Sebagai keturunan Ibrahim, umat Islam adalah pewaris kepemimpinan bagi umat manusia. Hal itu hanya bisa menjadi kenyataan jika kita adalah orang-orang yang adil, adil kepada diri sendiri, adil kepada hukum Allah dan adil kepada sesama manusia.

Allah berfirman: Berbuat adilah, sesunguhnya itu lebih dekat kepada ketakwaan (QS Al Maidah 8)

Memang tak mudah menegakkan keadilan, karena itu bagian daripada ujian terhadap diri kita dan orang orang terdekat. Berlaku adil memang mudah diwacanakan, tapi sulit diterapkan pada kehidupan nyata. Barang siapa yang bisa berlaku adil, maka ia sebenarnya telah mencapai maqam terpuji disisi Allah. Semakin banyak cobaan dan ujian yang berhasil kita lalui, semakin dekat jarak antara kita dengan Allah. Status itu akan mempermudah seseorang untuk meraih kemantapan sikap dan istiqomah dalam hidup. Ujian Allah kepada Ibrahim sarat akan makna dan nilai tinggi bagi keturunannya.

Kezaliman adalah musuh keadilan dan pemicu utama kekacacauan dan kehancuran. Rasulullah bersabda

Jauhilah kezaliman, sesungguhnya kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Jauhilah kekikiran, sesungguhnya ia telah membinasakan umat sebelum kamu. Mereka saling membunuh dan menghalalkan apa yang diharamkan. (HR Bukhari)

Begitu banyak pemimpin yang terpaksa diturunkan, dipenjarakan dan dibinasakan karena sikap dan perilaku mereka yang zalim. Sebaliknya pemimpin yang adil yang berdimensi vertikal menjadi dambaan semua rakyat dan keharuman namanya diabadikan sepanjang masa. Michael Hart penulis buku terkenal tentang kepemimpinan yang berhasil membangun peradaban dunia menempatkan Nabi Muhammad SAW diurutan nomor wahid sebagai pemimpin yang paling berhasil.

Bahkan dalam sebuah hadits Nabi bersabda: Ada tiga kelompok manusia yang doanya tak akan ditolak yaitu pemimpin yang adil, orang berpuasa sampai berbuka dan doa orang teraniaya.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button