DAERAH

Kisah Dakwah Dai Muda di Kaki Bromo

Pun dengan tingkah anak-anak setempat. Cukup jauh dari adab. Mereka berani menatap mata orang tua, bahkan memelototi dan membantahnya. Tak ada kata maaf, tolong, permisi, atau terima kasih, dalam kamus pergaulan anak-anak.

Bocah-bocah itu senang saja diajak main ke Rumah Qur’an. ‘’Tapi ya mereka di sini main beneran. Lari-larian, main petak umpet, teriak-teriak. Tapi giliran diajak shalat atau ngaji, gak mau,’’ ungkap Ustaz Muhib.

Jika sedikit ditegur atau ditegasi, anak-anak itu ngambek. Kadang orangtuanya turun tangan marah-marah.

Tentu saja dai kita prihatin. Selama hampir setahun menunggui Rumah Qur’an, ia merasa laksana menggantang asap, menuai angin.

Namun, semangat Ustaz Muhib tak pernah padam. ‘’Saya istiqamah dengan pengabdian yang ditugaskan pondok. Saya juga yakin, semakin besar energi dan effort yang dikeluarkan untuk berdakwah, semakin besar pahalanya,’’ terang Ustaz yang sebenarnya juga punya santri di kampung halamannya sendiri.

Keikhlasan Ustaz Muhib membuahkan hasil. Anak-anak semakin dekat dengannya, dan mulai nurut diajak ngaji dan belajar adab Islam. Tiga puluhan bocah kaki Bromo itu perlahan berubah tabiat. Mereka mulai berbudaya salam, juga lebih mengenal sopan-santun. Busana syar’i juga terbiasa dikenakan.

Orangtua mereka senang. Anak-anak kini mudah diatur dan nurut. Mulailah para orangtua dengan bangga mengantar-jemput putra-putrinya ngaji ke Rumah Qur’an.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button