Kritik Keras Buya Hamka kepada Soekarno
Beberapa hari yang lalu, Megawati berterus terang ingin tiap daerah di Indonesia ada patung Soekarno. Ia ingin agar bapaknya dikenang dan dielu-elukan masyarakat Indonesia.
Mega seolah-olah menutup matanya terhadap beberapa tokoh yang memandang miring Soekarno. Ia menutup diri terhadap kekurangan akhlak Soekarno, ketidakkonsistenan perilakunya, ketidakmampuannya mengerem syahwatnya, dan lain-lain.
Salah satu tokoh di zaman Orde Lama, yang mengkritik keras Soekarno adalah Buya Hamka. Dalam hidupnya, Hamka pernah merasakan keotoriteran Soekarno. Ulama besar ini pernah ditahan lebih dari dua tahun, tanpa alasan yang jelas. Meski demikian, karena jiwa besar dan kebaikan hatinya, ia mau menyalatkan jenazah Soekarno ketika wafat.
Menyaksikan perilaku Soekarno yang pandai pidato, tanpa perilaku yang baik itu, Hamka membuat tulisan-tulisan tajam dalam rubrik dari Hati ke Hati di majalah Panji Masyarakat. Tulisan Hamka itu kini telah dikumpulkan dalam buku “Dari Hati ke Hati” (Pustaka Panjimas dan GIP).
Setelah mengritik mantan Menteri Subandrio –di sidang Mahmilub- yang hingga tuanya tidak mengenal rakaat shalat dan Yusuf Muda Dalam yang tidak mengerti bahwa beristri lebih dari empat dilarang dalam Islam, Hamka menyatakan:
“Inilah contohnya orang-orang yang memegang kekuasaan negara di masa Orde Lama. Mengaku percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa di bibir, tetapi tidak pernah mendekatkan diri kepada Tuhan menurut agama yang mereka peluk sebagai pusaka dari ayah bundanya.
Sehingga terbaliklah keadaan; orang yang tekun kepada Tuhan; mengerjakan perintah dan menghentikan larangan Tuhan, dipandang anti Pancasila, orang yang taat mengerjakan agama di cap reaksioner atau kontra revolusioner.
“Bersuluh kepada matahari, bergelanggang di mata orang banyak”, bagaimana setiap hari hukum-hukum agama itu dilanggar, didurhakai.
Zina menjadi kemegahan, minuman keras diminum laksana minum air teh saja, uang negara dihamburkan untuk kepentingan pribadi. Tidak ada sedikit juga rupanya rasa takut kapada Tuhan. Karena Tuhan itu hanya untuk penghias pidato, bukan untuk penghias hidup, budi moral dan mental.
Mereka pun melanggar dasar negara yang kedua, yaitu Pri Kemanusiaan. Tengoklah bagaimana sengsaranya rakyat. Tengoklah kelaparan, karena banjir di Solo, karena letusan Gunung Agung di Bali, karena letusan Gunung Kelud, bencana kelaparan di Lombok. Tidak seorang juga diantara mereka itu yang sudi meringankan langkah buat melihat keadaan rakyat yang malang dan sengsara itu…