SUARA PEMBACA

Liberalisasi, Pangkal Masalah Sektor Listrik

Listrik padam total melanda daerah DKI Jakarta, Banten dan Jabar pada Ahad, 4/7/2019. Tagar #MatiLampu pun menjadi top trending topic di linimasa Twitter. Gelombang kritik pedas pun menghantam PLN. Imbas listrik padam jelas menimbulkan masalah dan merugikan masyarakat. Sebab mandeknya pelayanan publik, perbankan dan transportasi yang tergantung pada listrik.

Merespon blackout di sejumlah daerah. PLN berdalih pemadaman aliran listrik di Jabodetabek akibat gangguan sejumlah pembangkit di Jawa. Sebab trip yang dialami oleh Gas Turbin 1 sampai dengan 6 Suralaya. Sedangkan Gas Turbin 7 saat ini sedang dalam posisi mati (off). Selain itu, gangguan juga terjadi pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas Turbin Cilegon.

Selain di Jabodetabek, pemadaman listrik akibat gangguan Transmisi SUTET 500 kV juga terjadi di beberapa wilayah di Jawa Barat, seperti Bandung, Bekasi, Cianjur, Cimahi, Cirebon, Garut, Karawang, Purwakarta, Majalaya, Sumedang, Tasikmalaya, Depok, Gunung Putri, Sukabumi, dan Bogor.

Blackout tak hanya menggegerkan publik di Indonesia. Kabar tentang Jakarta Blackout juga menjadi sorotan media asing. Channel News Asia menurunkan berita dengan judul –yang diterjemahkan– “Ibu Kota Indonesia, Jakarta, Provinsi Tetangga di Jawa Dilanda Pemadaman Listrik Besar-Besaran”. Sementara media Negeri Jiran, New Straits Times, menyoroti dampak listrik padam pada operasional MRT dengan judul “Jakarta Hit by Major Power Outage, MRT Evacuated”. (liputan6.com, 4/7/2019).

Liberalisasi Biang Chaos Kelistrikan

Ironis. Di tengah TDL yang semakin hari melangit. Ternyata tak diimbangin dengan pelayaan terbaik. Tak hanya kali ini blackout terjadi di Indonesia. Pada 18 Agustus 2005, juga pernah terjadi pemadaman listrik di beberapa wilayah di Jawa dan Bali. Sekitar 120 juta orang terkena dampaknya. (tirto.id, 6/7/2019).

Kelistrikan menjadi problematika pelik di negeri ini. Krisis listrik hingga tata kelola kelistrikan menjadi PR besar bagi negeri ini. Padahal Indonesia adalah negeri yang melimpah dengan Sumber Daya Alam (SDA). Sayangnya, negara gagal mengelola SDA sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebaliknya SDA diobral habis-habisan kepada kapitalis asing.

Tak heran pemadaman listrik menjadi makanan sehari-hari di sejumlah wilayah di Indonesia seperti Kalimantan dan Papua. Padahal Kalimantan kaya akan batubara sebagai sumber energi. Sayangnya, banyak tambang batubara yang dikuasai (baca: dirampok) oleh para kapitalis rakus.

Liberalisasi yang menjadi ruh Undang-Undang No. 04 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) telah menjadikan sumber energi primer dikuasai asing. Sedangkan pemerintah tidak lebih hanya sebagai regulator dan fasilitator saja. Sementara pengelolaan diserahkan pada mekanisme bisnis. Dampaknya, alih-alih sumber energi primer digunakan untuk menopang industri dan kelistrikan dalam negeri. Sebaliknya diimpor dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dalam negeri negara asing.

Komersialisasi layanan listrik juga menyebabkan chaos pengelolaan listrik. Sejak dikeluarkannya Kepres No. 37 Tahun 1992, swasta mulai diperkenankan ikut serta dalam bisnis penyediaan listrik. Pemerintah membuka pintu selebar-lebarnya bagi swasta untuk membangun pembangkit baru. Sejak itu, berdirilah berbagai pembangkit swasta untuk membantu suplai listrik PLN.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button