Lima Ambiguitas Putusan MK Soal Uji Materi UU Ciptaker Menurut Denny Indrayana
Jakarta (SI Online) – Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana menilai putusan uji materi Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) penuh ambiguitas.
Menurut Denny, putusan uji materi (judicial review) MK bahwa UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat menimbulkan kesan tidak konsisten, menimbulkan ketidakpastian hukum, bahkan menjadi sumber munculnya perselisihan.
Baca juga: MK Nyatakan UU Cipta Kerja Bertentangan dengan UUD 1945
“Seperti dalam banyak putusan yang coba mengakomodir berbagai kepentingan dan berusaha mencari jalan tengah,” ungkap Denny melalui keterangan tertulis pada Sabtu (27/11/2021).
Denny pun menerangkan lima ambiguitas dalam putusan uji materi MK itu.
Ambiguitas pertama; MK menyatakan dengan tegas bahwa UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945. Namun, MK masih memberi waktu berlaku selama dua tahun dengan alasan sudah banyak aturan pelaksanaan dan telah pula diimplementasikan.
“Seharusnya, agar tidak ambigu, MK tegas saja membatalkan UU Cipta Kerja,” tegasnya.
Ambiguitas kedua; Berhubungan dengan putusan-putusan yang bersamaan dikeluarkan MK tentang UU Cipta Kerja pada 25 November 2021. Dari 12 putusan yang dibacakan, MK menyatakan 10 di antaranya kehilangan objek karena Putusan MK Nomor 91 sudah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
“Pertanyaan kritisnya, objek mana yang hilang? Bukankah meskipun menyatakan bertentangan dengan konstitusi, MK masih memberlakukan UU Cipta Kerja maksimal selama dua tahun,” ucapnya.
Menurut Denny Indrayana, dengan masih berlakunya aturan itu seharusnya obyek uji materi terhadap UU Cipta Kerja masih ada.