Makna Qital dalam Al-Qur’an (3)
Yang hancur hanya jasad di dunia ini, sementara ruh manusia tetap dalam ‘lindungan Allah’. Ruh-ruh para Nabi, para mujahid, dan ruh-ruh para pembela Islam bertemu dalam alam ghaib. Allah SWT berfirman, “Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS an Nisaa’ 69)
Orang yang berjihad di jalan Allah dan terbunuh, pada hakikatnya ia masih hidup. Karya-karyanya dibaca banyak orang dan perjalanan hidupnya menjadi teladan bagi kaum Muslimin.
Kita ambil contoh misalnya Hasan al Bana dan Sayid Qutb. Keduanya syahid dihukum mati oleh para penguasa Mesir saat itu. Tapi meski keduanya tiada, tapi buku-bukunya menjadi bacaan kaum Muslimin di seluruh dunia. Biografi, perjalanan hidup keduanya menjadi sinar bagi kaum Muslimin untuk meniti gerak agar hidup mulia seperti keduanya.
Baca juga:
Mereka yang mati syahid dalam perjuangan di jalan Allah, akan ditempatkan di surga yang penuh kenikmatan di akhirat nanti. Rasullah Saw bersabda, ”Orang yang mati syahid di sisi Allah mempunyai enam keutamaan; dosanya akan diampuni sejak awal kematiannya, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dijaga dari siksa kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat dibangkitkan dari kubur, diberi mahkota kemuliaan yang satu permata darinya lebih baik dari dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari dan diberi hak untuk memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Mereka yang menjelek-jelekkan Sayid Qutb, Imam Hasan al Bana, atau Ikhwanul Muslimin mesti segera beristighfar. Begitu pula mereka yang menjelekkan pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin an Nabhani mesti segera beristighfar, ‘Saya yakin’ mereka menjelek-jelekkan karena tidak pernah membaca biografi dan mempelajari karya-karya secara serius. Jangan mudah menghakimi seorang ulama atau tokoh tanpa kita mempelajari biografi dan karya-karyanya. Sebagai manusia, seorang ulama meski hebat, tentu ada kelemahannya. Tapi hanya orang bodoh yang tidak mengambil kelebihannya dan hanya mengorek-ngorek kelemahannya. Bertindaklah adil dalam menilai seorang tokoh.
Allah SWT mengingatkan, ”Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS al Israa’ 36). []
Nuim Hidayat, Penulis Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah