SUARA PEMBACA

Meneropong Nasib Generasi di Kota Toleransi

Viral spanduk bertuliskan “Malang Tolerant City Not Halal City” di depan Balai Kota Malang menjadi trending topik twitter. Spanduk ini memancing perdebatan warganet (suaramalang.id, 17/02/2022). Spanduk tersebut juga terbentang di pagar Alun-Alun Tugu.

Menjadi pertanyaan publik, apakah yang toleran itu tidak halal? Atau yang halal itu tidak toleran? Ini mau apa sih sebenarnya? Padahal kita tau, dari tahun ke tahun selalu ada rilis indeks kota toleran setiap tahunnya oleh Setara Institute.

Bukan sekadar rilis, tak jarang menjadi penentu sikap bagi pemangku kebijakan. Ramai-ramai berlomba menuju kota toleran. Seperti kota Banjarmasin, mendapat pilot proyek nasional untuk toleransi dan keberagaman. Berdasarkan indeks toleransi, Banjarmasin berada pada kategori cukup baik. Dengan nilai 72,51 dari nilai nasional 73,38, Banjarmasin berada pada urutan ke-24. Dengan status cukup baik tersebut, Banjarmasin bekerja sama dengan Kedutaan Besar Belanda, inisiasi menjadi kota toleran kerukunan antar umat beragama (beritabanjar.com, 02/02/2022).

Keseriusan kota Banjarmasin dapat terlihat dari adanya inisiatif untuk merancang Perda Toleransi. Naskah akademik draf Raperda Toleransi itu pun sudah diujipublikkan tahun lalu (jejakrekam.com, 30/06/2021). Dengan adanya draf ini, Banjarmasin serius ingin mencanangkan diri menjadi kota toleran dengan belajar dari Provinsi Jawa Timur yang sudah sejak tahun 2018 memiliki Perda tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat.

Kota Banjarmasin bukan yang pertama, telah ada pendahulunya. Satu diantaranya adalah kota Malang yang sedang viral dengan spanduknya. Spanduk tersebut seakan mengungkap kedok toleransi yang sesungguhnya yaitu anti Islam. Sebab yang kenal halal dan haram itu hanya agama Islam.

Selama ini, toleransi didefinisikan sebagai sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada. Faktanya, satu persatu ajaran Islam hingga akidah pun harus ditanggalkan demi toleransi. Lihatlah salam semua agama yang harus fasih dilafalkan jika ingin berbicara di forum resmi. Setelah memuji Allah SWT, umat Islam juga memuji tuhan-tuhan yang lain pada salam tersebut. Apa namanya jika bukan syirik?

Spanduk yang ada di Kota Malang mengindikasikan bahwa untuk disebut toleran harus tak mengenal halal haram. Ini namanya liberalisme. Halal haram tak hanya perkara makanan, namun termasuk semua perbuatan yang diizinkan atau dilarang oleh Syara’.

Tak hanya membiarkan orang jualan bakso babi, juga membiarkan orang lain melakukan seks bebas, LGBT, aliran sesat, dan tidak mempedulikan agama pemimpin negeri, dll. Silakan berselancar di dunia maya, kemudian ketikkan kata kunci: intoleransi. Kata intoleransi adalah lawan dari toleransi. Maka kita akan menemukan berita aksi intoleransi yang selalu mendudukkan umat Islam di kursi tersangka. Satu diantaranya kasus kerudung siswi non muslim di Padang yang melahirkan SKB 3 Menteri tentang pakaian seragam, walaupun akhirnya dicabut oleh MK.

Tahun 2022 dicanangkan sebagai tahun toleransi oleh Kemenag (kemenag.go.id, 14/01/2022). Toleransi juga sebagai salah satu pilar dalam moderasi beragama. Padahal ide moderasi beragama hadir untuk mencegah tindak terorisme dan pemikiran radikal. Mengutip dari John Pilger, wartawan senior Australia: “Sesungguhnya tidak ada perang melawan terorisme. Yang ada adalah perang menggunakan terorisme. Dan umat Islam menjadi korban terbesar dari perang ini “

Setidaknya ada tiga hal yang perlu diwaspadai dari proyek kota toleransi bagi generasi. Pertama, mendangkalkan akidah. Dangkalnya akidah akan membuat generasi merasa agama tidak terlalu penting. Implikasinya, tidak merasa penting menjalankan ajaran agama Islam secara kafah. Ajaran agama yang menguntungkan baginya akan dilaksanakan, sedangkan yang dianggap merugikan tak dilaksanakan. Parahnya, untung ruginya dengan mindset kapitalisme.

1 2Laman berikutnya
Back to top button