SUARA PEMBACA

Malang Gempar!!! Acara Pluralisme Berkedok Ngaji Budaya

Gempar acara di Malang pada Sabtu malam (22/01) bertajuk “Doa Lintas Agama dan Ngaji Budaya”. Tidak hanya judulnya yang menghebohkan tapi juga tagline acaranya, yakni ‘1000 sajen dan dupa’. Dalam poster publikasi yang disebarkan, acara ini melibatkan tokoh lintas agama, budayawan, seniman, dan tentunya mengundang masyarakat Malang Raya.

Tidak hanya itu, tersebar juga melalui Whatsapp terkait nama-nama donatur, berikut besarnya sumbangan uang, maupun barang seperti sesajen, dupa dan kelengkapannya untuk meramaikan acara ini. Selama acara berlangsung pun digelar spanduk berbunyi ‘Melestarikan budaya nusantara dan menjaga toleransi’.

Sungguh miris mengetahui adanya acara semacam ini dan ada sebagian kaum muslimin yang terlibat di dalamnya. Jelas, ini merujuk pada kesesatan yang nyata. Ngaji budaya yang sudah melibatkan sajen dan dupa, serta doa bersama lintas agama jelas termasuk toleransi yang kebablasan. Ini sudah masuk ke dalam ranah akidah, ranah keyakinan. Bagaimana bisa mereka menggelar doa bersama sementara pada saat yang sama mereka menyembah tuhan yang berbeda?

Ide toleransi kebablasan semacam ini semakin gencar dan menyebar pesat di tengah masyarakat seiring dengan program moderasi beragama yang tengah serius digarap pemerintah hingga hari ini. Sebagaimana indikator Islam moderat yang telah disosialisasikan, yakni komitmen kebangsaan, antikekerasan, toleransi, dan penerimaan terhadap tradisi dan budaya lokal. Menjadi seterang pagi kaitan berlangsungnya acara ini dan program moderasi beragama yang tengah massif diaruskan.

Pada akhirnya acara-acara semacam ini akan merujuk pada paham pluralisme, semua agama adalah benar. Konsekuensinya adalah agama tidak boleh mempunyai klaim kebenaran (truth claim). Setiap agama benar, oleh sebab itu, satu dengan yang lainnya bisa duduk bersama dengan tuhan masing-masing, dan tidak perlu mempermasalahkan perbedaan keyakinan yang ada. Kita bisa duduk bersanding dan berdoa bersama. Astaghfirullah.

Jelas yang demikian tidak pernah ada dalam Islam, masih hangat dalam ingatan kita bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak mentah-mentah tawaran kafir Quraisy untuk bertukar tuhan. Lantas menjadi asbabun nuzul turunnya wahyu Allah subhanahu wata’ala yakni QS. Al-Kafirun, dengan ayat yang senantiasa berulang-ulang kita dengar, “lakum diinukum  waliyadiin”. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.

Kita berlepas diri dari apa yang orang-orang musyrik lakukan, tidak boleh mencampuradukkan ajaran agama. Jelas sebagaimana konsekuensi syahadat kita, bahwa tidak ada ilah, sesembahan yang wajib disembah selain Allah subhanahu wata’ala dan jalan menyembahnya adalah dengan beribadah sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keimanan dan kekufuran adalah jalan yang berbeda dan tidak akan pernah ada titik yang mempertemukan keduanya. Jalan iman menuju surga dan jalan kekafiran menuju ke neraka.

Adalah bukan hal terlarang acara-acara semacam ini di dalam demokrasi dengan liberalisme yang menjadi pilarnya. Kebebasan beragama, berkepemilikan, berpendapat, dan berperilaku adalah empat pilar kebebasan yang dijunjung tinggi dalam sistem ini. Maka ianya menjadi medium yang sempurna bagi pertumbuhan moderasi beragama. Nihilnya penjagaan negara dalam akidah kaum muslimin, yang sekali lagi mirisnya, hal-hal terlaknat semacam ini justru terjadi di negeri mayoritas muslim.

Sungguh tidak ada di antara kita yang mengharap turunnya azab Allah subhanahu wata’ala sebagaimana yang telah sering kita baca kisahnya. Azab yang menimpa umat-umat terdahulu tersebab kesesatan nyata yang telah mereka lakukan dengan menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah subhanahu wata’ala.

Maka ini menjadi tugas besar kita, menjelaskan kesesatan yang terjadi dalam acara-acara semacam ini. Bersama-sama mengajak umat kembali kepada kebenaran Islam dan menyerahkan ketundukan serta penyembahan total kepada Allah subhanahu wata’ala semata, bukan lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button