HALAL

Mengapa Bukan Sertifikat Haram?

Pertanyaan dalam UU Jaminan Produk Halal, apakah produk seyogianya disertifikasi halal atau disertifikasi haram, muncul kembali setelah muncul pernyataan beberapa pihak bahwa sertifikasi produk yang dilakukan semestinya adalah sertifikasi haram, bukan sertifikasi halal sebagaimana yang dipraktikkan selama ini, baik di Indonesia maupun yang berlaku umum di dunia.

Pernyataan yang sama sebenarnya juga pernah dimunculkan beberapa tahun yang lalu. Tulisan ini mencoba memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pernyataan tersebut.

Pihak yang berpendapat bahwa sertifikat haram yang mestinya dilakukan mendasari pendapatnya bahwa jumlah bahan yang haram itu jauh lebih sedikit dibanding bahan yang halal. Dengan demikian jumlah yang perlu disertifikasi juga lebih sedikit. Apakah logika tersebut benar?

Produk Halal, Haram dan Syubhat

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa, “(Sesuatu) yang halal telah jelas dan yang haram juga telah jelas, dan diantara keduanya ada perkara syubhat (samar-samar). Barangsiapa menjaga diri dari perkara yang syubhat itu berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Barangsiapa terjatuh ke pada yang syubhat berarti ia telah terjatuh dalam yang haram”.

Hadits ini secara tegas menyebutkan bahwa yang haram itu telah jelas. Artinya bahan yang haram sesungguhnya tidak perlu disertifikasi haram. Lagi pula dalam kenyataannya, tidak ada industri atau restoran yang menggunakan bahan yang haram seperti daging babi, atau industri yang menghasilkan minuman keras kemudian mengajukan sertifkat haram. Tidak ada untung dan manfaatnya bagi mereka mengajukan atau memperoleh sertifikat haram.

Sebaliknya yang halal juga sudah jelas dan juga tidak perlu disertifikasi halal. Dalam terminologi proses sertifikasi halal, bahan tersebut dikelompokkan kedalam kelompok positive list, yaitu bahan bahan yang sudah jelas kehalalannya dan tidak perlu untuk disertifikasi halal, seperti bahan tambang, sayuran segar, ikan segar, dan lain lain (lihat pada laman www.halalmui.org).

Yang justeru perlu disertifikasi adalah bahan bahan yang syubhat (samar-samar) seperti yang dinyatakan dalam hadits tersebut, yaitu bahan bahan yang tidak atau belum jelas apakah halal atau haram. Proses sertifikasi pada dasarnya adalah proses untuk sampai kepada keputusan bahan yang tidak jelas tersebut agar menjadi jelas, apakah bahan tersebut jelas halal atau jelas haram.

Proses tersebut tentunya melalui proses audit (pemeriksaan dan/atau pengujian) oleh lembaga yang kompeten dan proses penetapan (fatwa) oleh lembaga yang diakui dan mempunyai kewenangan untuk memberikan fatwa halal.

Bahwa makanan dan minuman yang haram itu lebih sedikit dari makanan dan minuman yang halal benar adanya. Bahan makanan dan minuman yang haram itu menurut Al-Qur’an hanyalah bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah (Al Baqarah 173) dan khamr (Al Maidah 90).

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button