Menjawab Hujatan Kristen terhadap Shalawat: Agama Celaka Tak Butuh Shalawat Nabi
Bershalawat Nabi bukan untuk memberi syafaat kepada Nabi Muhammad, justru untuk mendapatkan syafaat Nabi Muhammad di akhirat. Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa bershalawat kepadaku di pagi hari sepuluh kali dan di petang hari sepuluh kali, mendapatlah ia syafaatku pada hari kiamat.” (HR At-Thabrani)
Umat Islam melaksanakan perintah shalawat Nabi (Al-Ahzab 56) bukan karena Nabi Muhammad punya dosa, karena beliau adalah nabi makshum yang terpelihara dari dosa (Al-Fath 2).
Selain itu, umat Islam menyampaikan shalawat dan salam tidak terkhusus kepada Nabi Muhammad saja, tapi juga kepada para nabi Allah lainnya, termasuk kepada Nabi Isa. Tapi tak satupun umat Islam meyakini bahwa para nabi itu belum selamat dan perlu didoakan supaya selamat dari siksa neraka.
Tafsir gaya “belah bambu” Abdul Masih makin terlihat kejahilannya, ketika menyimpangkan shalawat kepada Nabi Muhammad dan shalawat kepada Nabi Isa.
Doa ‘shallallahu ‘ala Muhammad’ diartikan bahwa Nabi Muhammad belum selamat sehingga butuh doa shalawat dan syafaat, sedangkan doa ‘alaihissalam’ diartikan bahwa Nabi Isa sudah selamat bahkan menebus dosa manusia.
Ini adalah kekeliruan yang fatal, karena posisi dan makna kedua doa itu sama, yang berarti mendoakan shalawat dan salam.
Lebih fatal lagi kesalahan penginjil Abdul Masih, ketika surat Maryam 33 diartikan sebagai pengakuan (syahadat) bahwa Nabi Isa adalah raja damai sejahtera yang mati untuk menebus dosa manusia. Tak ada satu katapun dalam ayat itu yang menunjuk Nabi Isa sebagai penebus dosa, baik secara implisit maupun eksplisit.
Redaksi ayat ini adalah doa yang diucapkan Nabi Isa ketika baru dilahirkan Maryam binti Imran tanpa seorang ayah. Ketika Maryam dipojokkan dan dituduh orang-orang Yahudi bahwa Isa adalah anak hasil perzinahan, Maryam tidak dapat berkata apa-apa. Kemudian dengan mukjizat Allah, ia menunjuk Isa untuk menepis tuduhan murahan itu. Spontan Nabi Isa mengungkapkan bantahan dan doa: “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (selengkapnya baca ayat 28-33).
Esensi doa ini adalah permohonan diberi keselamatan pada waktu lahir, meninggal dan dibangkitkan pada hari kiamat. Jika konsekuen dengan pola pikirnya, seharusnya penginjil Abdul Masih memahami ayat ini sebagai bukti bahwa Nabi Isa belum selamat karena masih berdoa minta keselamatan. Karena Nabi Isa berdoa kepada Tuhan, maka harus diartikan bahwa dia bukan tuhan!
Klaim Abdul Masih bahwa Yesus mengalami damai sejahtera dalam kematiannya, justru bertentangan dengan nas Bibel. Dikisahkan bahwa Yesus ditangkap, diolok-olokkan, diludahi, disiksa, disesah, dipukuli, ditendanag, ditinju, dicambuk, ditelanjangi, diarak setengah telanjang disaksikan banyak orang, ditusuk dan dibunuh hingga mati secara tragis (Markus 10:34, Matius 26:67, Lukas 22:63-64). Bahkan di akhir hayatnya, menurut Bibel, Yesus ditinggalkan Tuhan di tiang salib, sehinga ia berteriak-teriak memanggil Tuhan: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” (Matius 27:46-52, Markus 15:34-38).
Fakta bahwa Yesus tidak bisa menyelamatkan diri dari penyiksaan dan pembunuhan, ditambah dengan doa Yesus minta keselamatan kepada Tuhan (Yohanes 12:27), harus disimpulkan bahwa Yesus bukan tuhan dan juruselamat. Karena sifat-sifat lemah ini tak layak dimiliki Tuhan. Kitab Perjanjian Lama menyebutkan bahwa salah satu identitas Tuhan adalah Maha Menyelamatkan: “Allah adalah Tuhan yang menyelamatkan” (Mazmur 34:19).