FIQH NISA

Muslimah, Wajibkah Bercadar? (Bag-4)

Di dalam ayat ini, Allah SWT melarang wanita muslimah untuk menampakkan perhiasannya. Yaitu Allah melarang wanita muslimah untuk menampakkan anggota tubuh yang menjadi tempat perhiasannya, karena itulah yang dimaksudkan oleh larangan tersebut. Dari anggota tubuh yang menjadi tempat perhiasan itu dikecual ikan apa yang biasa tampak. Hal i tu merupakan pengecualian yang gamblang. Artinya, pada diri wanita terdapat anggota tubuh yang menjadi tempat perhiasan, yang biasa tampak.

Anggota tubuh tersebut secara eksplisit tidak tercakup oleh larangan menampakkan anggota tubuh yang menjadi tempat perhiasan. Hal ini tidak memerlukan perincian lebih lanjut. Sebab, Allah SWT telah

melarang para wanita mukminah untuk menampakkan tempat perhiasannya, kecuali apa yang biasa tampak dari padanya.

Sedangkan anggota tubuh mana yang dimaksudkan oleh firman Allah SWT: “illâ mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak dari padanya)”, maka penafsiarannya dapat dikembalikan kepada dua hal. Pertama, Tafsîr manqûl (penafsiran yang bersumber dari riwayat). Kedua, apa yang bisa dipahami dari kata “mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak dar i padanya)” pada saat menerapkannya kepada apa yang biasa tampak dari diri wanita muslimah di hadapan Rasul Saw, pada masa beliau yaitu masa turunnya ayat tersebut.

Tentang penafsiran yang bersumber dari riwayat, di antaranya telah diriwayatkan dari Ibn ‘Abbâs ra. Ia menafsirkan bahwa, yang dimaksud mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak dari padanya) adalah wajah dan kedua telapak tangan. Para mufassir menafsirkan sesuai dengan penafsiran Ibn ’Abbâs tersebut. Imam Ibn Jarîr ath-Thabarî menyatakan: “Pendapat yang paling benar dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah wajah dan kedua telapak tangan.”

Imam al-Qurthubî juga menyatakan: “Pada galibnya wajah dan kedua telapak tangan tampak baik dalam keseharian maupun selama pelaksanaan ibadah seperti haji dan shalat. Karena itu, pengecualian itu adalah layak dikembalikan maksudnya kepada kedua anggota tubuh tersebut (yakni wajah dan kedua telapak tangan)”.

Begitu juga Imam az-Zamakhsyarî menyatakan: “Sesungguhnya seorang wanita, tatkala melakukan sesuatu, mutlak harus menggunakan kedua telapak tangannya. Dan dituntut keperluan untuk menampakkan wajahnya, terutama dalam masalah kesaksian, pengadilan, dan perkawinan. Ia pun terpaksa harus keluar di jalanan umum sehingga tampak kedua telapak kakinya, terutama dialami oleh wanita-wanita yang fakir di antara mereka. Inilah pengertian dari firman Allah SWT: “illâ mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak daripadanya)”

Sementara itu, apa yang bisa dipahami dari kalimat mâ zhahara minhâ, telah jelas bahwa apa yang biasa tampak dari para wanita pada saat ayat tersebut turun adalah wajah dan kedua telapak tangan mereka. Kaum wanita biasa menampakkan wajah dan kedua telapak tangan mereka di hadapan Nabi Saw, sementara beliau tidak mengingkarinya. Mereka juga biasa menampakkan wajah dan kedua telapak tangan mereka pada saat di pasar atau berjalan jalanan umum. Kejadian seperti itu tidak terhitung jumlahnya. Di antaranya adalah beberapa riwayat berikut:

Pertama, riwayat dari Jabîr ibn ‘Abdillâh. Ia menuturkan: “Aku pernah hadir bersama-sama Rasulullah Saw pada hari raya ’Ied. Beliau memulai shalat sebelum khutbah tanpa azan maupun iqamat. Kemudian Rasulullah Saw berdiri sambil bersandar kepada Bilal. Beliau memerintahkan kaum Muslim agar bertakwa kepada Allah SWT dan mendorong mereka agar menaati-Nya. Beliau pun menasihati dan memperingatkan mereka. Lalu hal itu terus berlangsung sampai Beliau mendatangi kaum wanita. Maka Beliau pun menasihati dan memperingatkan mereka. Beliau bersabda, “Hendaklah kalian bersedekah, karena sesungguhnya kebanyakan penghuni neraka adalah para wanita.” Salah seorang wanita di antara kerumunan itu berdiri sambil memukul-mukul kedua pipinya, dan berkata, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Karena kalian banyak mengeluh dan tidak berterima kasih kepada suami.” (HR Muslim)

Jabîr berkata: “Hal itu membuat para wanita itu menyedekahkan perhiasan mereka berupa anting-anting dan cincin, yang mereka lemparkan ke atas pakaian Bilâl”.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button