LAPORAN KHUSUS

Obituarium: Mang Djel, Tokoh Pejuang Syariat Tiga Zaman

Jakarta (SI Online) – Mang Djel, demikian Pemimpin Redaksi Suara Islam H. Aru Syeif Assadullah menyapa KH Abdul Qadir Djaelani (83), yang baru wafat beberapa jam lalu, Selasa, 23 Februari 2021 pukul 10.00 WIB di Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat.

Innalillahi wa innailaihi rajiuun. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu.

“Mang Djel tokoh besar tiga zaman; Soekarno, Soeharto dan Reformasi,” kata Haji Aru, kepada Redaksi Suara Islam Online, Selasa (23/02/2021).

KH Abdul Qadir Djaelani yang disapa Mang Djel atau ada pula yang menyapa Kang Jel, adalah salah seorang pengajar, mubaligh, politikus, penulis, dan pejuang penegakan syariat Islam yang gigih di Indonesia. Ia tegak lurus di jalan dakwah penegakan syariat Islam hingga akhir hayatnya.

Mang Djel lahir di Jakarta, 20 Oktober 1938. Pendidikan terakhirnya adalah Doktoral II di Fakutas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Islam Jakarta yang ditempuhnya pada 1959-1963.

Jabatan politik yang pernah ia emban adalah sebagai Anggota DPR dari Partai Bulan Bintang (PBB) pada Periode 1999-2004. Nomor keanggotannya AA 259.

Sebelumnya, Mang Djel adalah Rektor Perguruan Tinggi Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta (1996-2003), Dosen Perguruan Tinggi As Salafiyah Jakarta (1975-1978), Dosen Perguruan Tinggi Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta (1973-1978, 1981-1984, 1993-1995), Dosen Luar Biasa Agama Islam IPB (1970-1978), dan Guru Agama Sekolah Rakyat Negeri Pasar Minggu, Jaksel (1959-1963).

Sebagai seorang aktivis gerakan Islam, Mang Djel penah aktif dan menduduki posisi penting di sejumlah organisasi. Ia pernah menjadi Ketua I PB Pelajar Islam Indonesia (PII), Ketua Presidium Laskar Mujahidin Pembela Masjidil Aqsha, Ketua Umum PP Gerakan Pemuda Islam (GPI), Ketua PB Syarikat Tani Islam Indonesia (STII), Sekjen DPP Partai Bulan Bintang (PBB), dan Ketua Umum DPP Partai Al Islam Sejahtera (PAS).

Sebagai seorang pejuang, Mang Djel empat kali dijebloskan ke penjara atas sikap-sikap politik dan ideologinya dalam memperjuangkan Islam. Dua kali di masa Rezim Soekarno (Orde Lama), yakni pada 1961-1962 dan 1963-1965 karena menantang kebijakan penguasa saat itu, yakni Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis).

Selanjutnya, di era Soeharto (Orde Baru), Mang Djel kembali dimasukkan ke penjara karena menentang ideologi dan kebijakan penguasa saat itu. Pertama ia dipenjara pada 1978-1981, dan kedua, pada 1984-1993. Hampir dua puluh tahun waktunya dihabiskan di penjara.

Sepanjang hayatnya, lebih dari 60 judul buku dan karya tulis ia hasilkan. Sebagian dari karya-karya itu ada yang diunggah di blog pribadinya, muslimdjaelani.blogspot.com sejak 2011 lalu.

Salah satu karya monumental Mang Djel adalah buku berjudul “Sejarah Perjuangan Politik Umat Islam di Indonesia” yang terbit Juni 2016 silam. Dua orang pendiri PBB turut memberikan testimoni dalam buku setebal 1050 halaman itu, KH. A Cholil Ridwan dan Fadli Zon.

Kiai Cholil, yang kini mendirikan Partai Politik Islam Indonesia (PPII) Masyumi, menulis, “Dan mereka berhasil dan Kang Jel beberapa kali keluar masuk penjara. Merebut kekuasaan politik dengan cara yang legal dengan kendaraan demokrasi tanpa melanggar hukum, maksimal memimpin demo di zaman Orde Lama dan Orde Baru, adalah sebuah jihad bagi Abdul Qadir Djaelani tokoh Betawi Asli itu.”

Sedangkan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, Fadli Zon, menuliskan: “Buku yang ditulis KH Abdul Qadir Djaelani merupakan karya yang cukup komprehensif untuk menggambarkan perjuangan politik umat di Indonesia. Dalam pengamatan saya, buku yang kita pegang saat ini adalah salah satu buku yang paling detail dalam menggambarkan perjuangan politik umat Islam di Indonesia.”

Dalam biografi almarhum Ahmad Sumargono, “Ahmad Sumargono: Dai dan Aktivis Pergerakan Islam yang Mengakar di Hati Umat” (2004), nama Mang Djel disebut sebagai satu dari 12 orang yang selalu mengikuti rapat pendirian PBB. Tokoh utama yang melahirkan PBB adalah Hartono Mardjono, Cholil Badawi, Ahmad Cholil Ridwan, Ahmad Sumargono, Farid Prawiranegara, Fadli Zon, K.H. Anwar Sanusi, M.S. Kaban, Adian Husaini, Nuim Hidayat, dan Aru Syeif Assad.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button