Pengamat Asing Sebut Penanganan Wabah COVID-19 Paling Lambat
Jakarta (SI Online) – Analis dari Nomura Holdings Inc mengritik keras pemerintah Indonesia yang dianggap sebagai pemerintah paling lamban dalam merespon wabah virus corona baru, COVID-19.
Fakta dari data menunjukkan, jumlah kematian di Indonesia sudah mencapai 181 orang, menyalip angka kematian di Korea Selatan (Korsel) 174 orang.
Korsel yang semula jadi salah satu negara terparah setelah China melaporkan 10.062 kasus infeksi COVID-19 dengan 174 orang di antaranya telah meninggal. Sejauh ini 6.021 pasien berhasil disembuhkan.
Menurut analisis Nomura Holdings Inc, Indonesia yang jadi negara terpadat keempat di dunia berpotensi jadi pusat atau episentrum pandemi COVID-19 berikutnya bersama India dan Filipina. Alasannya, selain populasi yang besar, infrastruktur perawatan kesehatan dan jaring pengaman sosial lemah.
Menurut Nomura, angka kematian yang tinggi untuk wilayah Asia Tenggara menjadi indikasi bahwa jumlah kasus infeksi COVID-19 yang sebenarnya di Indonesia kemungkinan jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan. Nomura menyoroti kurangnya kapasitas tes COVID-19.
Lebih lanjut, Nomura dalam laporannya hari Jumat, menggarisbawahi penerapan pembatasan berskala besar oleh pemerintah Presiden Joko Widodo yang dimulai bulan April dan kemungkinan untuk jangka waktu yang lama. Namun, langkah itu dinilai telah terlambat.
“Kami pikir Indonesia adalah yang paling lambat dalam mengambil tindakan tegas dan oleh karena itu paling berisiko tertundanya penanggulangan wabah di dalam perbatasannya, dengan konsekuensi ekonomi negatif yang lebih besar,” demikian analisis Nomura yang dipimpin oleh Sonal Varma dalam laporannya, seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (4/4/2020).
“Kekhawatiran yang segera adalah liburan mendatang, yang berisiko meningkatkan penularan karena lonjakan perjalanan domestik,” lanjut Nomura merujuk pada tradisi mudik Lebaran.
red: asyakira
sumber: sindonews.com