Penghambaan “Maha Dewa Korupsi” di Negeri Wakanda
Kisah ini terjadi di Negeri Wakanda. Negeri yang seharusnya lebih sangat kaya dan makmur. Seharusnya pun negara melalui pemerintahannya memberikan kemakmuran bagi semesta rakyatnya secara merata.
Jumlah pulaunya saja yang terbentang dan tersebar nyaris 17.000 pulau. Salah satunya yang paling indah, ada yang disebut pulau Dewata, tetapi para Dewanya tentu saja berbeda dengan dewa baru yang baru muncul sekarang, sedang viral di medsos ke penghambaan kepada maha dewa namanya, “Maha Dewa Korupsi”.
Di dalam ribuan pulau itu sungguh unsur dan sumber kekayaan apa pun ada, seluruh material tambang dari yang paling hitam, aspal dan batu bara, sampai yang paling kuning-putih, bening mengkilau, emas-berlian. Tambang hitam dipakai untuk jalan-jalan, tapi yang kuning-putih itu untuk “jalan-jalan”, dipakai perhiasan untuk warga-warga kayanya.
Tapi yang lebih berlimpah, justru bahan untuk kebutuhan pokok makan sehari-hari penduduknya, jika mau apa pun ada, nabati maupun hewani. Sehingga, salah satu group band musik legendarisnya meluapkan syair satire, “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan kayu jadi tanaman..”
Jika suatu atau sesuatu di belahan dunia lain tak ada, di sini pasti tersedia. Sebaliknya, bila di sini tidak ada, jangan terkejut dan terpana, jika kemudian muncul tiba-tiba jumlahnya amat berlimpah, sampai ke desa-desa negeri Wakanda bak “pasar franchiser” .
Malah, menjadi pola gaya hidup baru, “habitt” dari kaum “hobbis” hedonis, yang banyak pegang duit, yang pamer trendy, agar martabat dibuat menjadi usungan gengsi pada sifat konsumtif “kebendaan materialistis mondialis”.
Itulah, bak orkestra musik opera global euforianya merona dan mewarnai kehidupan masyarakatnya di negeri Wakanda.
Makmur Tapi Timpang
Tapi kemakmuran Wakanda, tak merata. Timpang, ada jurang amat dalam. Yang merasa dan menikmati hanya sebatas kalangan. Sementara, rakyat jelata tetap saja malang. Kalau digambarkan, ada “Grafik Kemalangan”, biar jelas, soalnya yang biasa sering ditonjolkan BPS, adalah “Grafik Kemakmuran”.
Seperti piramida, yang di pucuk kelompok masyarakat makmur, semakin melebar ke tengah kemudian menurun ke bawah, di situlah sesungguhnya kelompok kaum malang dan miskin itu berjibun.