RESONANSI

Penghambaan “Maha Dewa Korupsi” di Negeri Wakanda

Penghambaan komunitas dan atau masyarakat bersifat kultural negativisme itu sampailah ke puncak tertingginya seperti penghambaan kepada kebalikan dari Maha Dewa Kebaikan: Maha Dewa Trimurti dalam tataran agama Hindu, kepada Tri Dewa Kejahatan dengan tiga caranya, yaitu Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.

Tetapi, dari ketiga Dewa Kejahatan KKN itu, yang paling diburu dan dicari, adalah penghambaan kepada Maha Dewa Korupsi dikarenakan dari dirinya menghasilkan jalan kekayaan nyata dam niscaya. Sedangkan, kedua maha dewa
lainnya, hanyalah murni sebagai cara untuk mencapai puncak penghambaan kepada MahaDewa Korupsi itu.

Realitas “Penghambaan”

Itulah yang menjadi realitas “penghambaan” terkini di negeri Wakanda: bagaimana DPR melakukan penghambaan kepada Maha Dewa Korupsi melalui kolusi dan nepotisme dengan eksekutif Pemerintah, ketika memuluskan jalan teratifikasinya RUU KPK dan Omnibus Law, menjadi UU yang justru bisa “melemahkan” peran fungsional KPK sendiri dan merusak sumber-sumber daya alam potensial, serta semakin meruntuhkan penegakkan reformasi hukum, ekonomi dan sosial.

Demikian pula, ketika di kabinet bentukan Presiden Mukidi terjadi dua orang menteri terlibat korupsi, nyata-nyata sebagai wujud langsung penghambaan kepada Maha Dewa Korupsi. Ironisnya, sudah sangat keterlaluan yang satu memakan uang bantuan sosial untuk rakyat yang tengah susah dilanda pandemi Covid-19. Satu lainnya, terkait juga dengan tata niaga benur lobster yang sudah pasti berakibat merusak tatanan pendapatan para nelayan kecil.

Hebatnya dari kejadian korupsi ini betapa kasus yang sesungguhnya bisa membuka katup rantai pandora bak kartu domino menyentuh kebijakan “sang ratu” di atasnya, terhenti sampai di mereka saja.

Boleh jadi melalui kekuasaan “sang ratu” itu yang merupakan putri penguasa partai pemenang pemilu Wakanda itu, sang Maha Dewa Korupsi melindungi dengan cara mempengaruhi lembaga peradilan ternyata putusan hukumnya jauh dari kategori hukum “extraordinary crime “ yang sepantasnyalah dijatuhkan kepadanya.

Sebaliknya, bagi sang pelaku, kedua menteri itu, sungguh merupakan bentuk penghambaan “kongruen”’ sama dan sebangun yang luar biasa kepada Maha Dewa Korupsi dengan menunjukkan rasa setia, loyalitas dan integritas untuk menutupi keterlibatan “sang ratu” itu.

Fenomena buram yang tak tampak di mata secara jelas, adalah kinerja mekanisme Maha Dewa Korupsi dalam skala ekonomi yang luar biasa besar lagi eskalasinya itu juga tengah terjadi pada apa yang disebut oleh DR. Rizalito Ramlius dengan istilah “Penguasa-Pengusaha”.

Yang bila dibiarkan dalam jangka panjang, boleh jadi tak ada artinya apa-apa jumlahnya bila dibandingkan dengan korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri Wakanda yang sudah menelan trilyunan. Atau dibandingkan dengan jumlah defisit hutang BUMN-BUMN secara keseluruhan sekarang, bahkan dengan jumlah hutang APBN sekalipun.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button