Perang Total Bakal Gagal
Irman menjelaskan, konstitusi merupakan kristalisasi dari munajat umat manusia terhadap Tuhan-nya. Umat manusia khawatir akan terjadinya penindasan secara terus menerus dari berlangsungnya kekuasaan.
“Kenapa ada konstitusi? karena kita terus mengkhawatirkan kekuasaan itu, yang kekuasaan itu bisa menerkam hak-hak kita, bisa menerkam kebebasan kita, baik sebagai umat manusia atau warga negara,” ucap Irman.
UUD 1945 akan memiliki arti tersendiri ketika dibaca sebagai doa. Bunyi kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, itu bisa diartikan umat manusia tengah berdoa terhadap Tuhan-nya.
“Ketika Jepang dan Belanda mengerti itu, ini maksudnya apa?. Kamu menyinggung kami di sini. Sudah difasilitasi BPUPKI, PPKI, kok tiba-tiba berdoa seperti itu,” jelas Irman membayangkan kejadian saat itu.
Tidak sampai di situ, Irman juga manyampaikan bila kemerdekaan itu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, juga merupakan untaian doa.
“Kemudian daripada itu ya Allah, kami juga akan membentuk negara Republik Indonesia, akan memajukan kesejahteraan kami ya Allah, dikristalisasi lah itu dia dalam konstitusi. Tapi negara itu tidak boleh riya’, tidak boleh angkuh, dia akan berdasarkan kepada Tuhan, Ketuhanan Yang Maha Esa ya Allah. Lahirlah Pancasila di Pembukaan UUD,” ujar Irman.
Perang Total Lebih Parah
Sekarang pertanyaannya, bila puisi Neno yang tidak secara langsung menyebut istlah “Perang Badar” demikian keras menuai reaksi, mengapa pernyataan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Moeldoko, yang menyebut timnya akan melaksanakan startegi “perang total”, sama sekali tidak disinggung apalagi dikritik?.
Padahal, mantan Panglima TNI itu berucap perang total sepekan lebih sebelum Neno membacakan puisinya. Parahnya, bukan hanya Wakil Ketua TKN dan mantan Panglima TNI, Moeldoko saat ini masih menjabat sebagai Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
“Kita turunkan sedikit ke strategi, jadi saat ini kita menyebutnya dengan istilah dengan perang total, dimana hal-hal yang kita kenali adalah menentukan center of gravity dari sebuah pertempuran itu,” kata Moeldoko di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu 13 Februari 2019.
Meski menyebut strategi mereka sebagai perang total, namun Moeldoko menepis anggapan bila strategi tersebut digunakan karena elektabilitas pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf stagnan.