NUIM HIDAYAT

Persahabatan 47 Tahun (2)

Tahun 1941, di waktu Belanda telah masuk dalam Perang Dunia kedua, dan Ratu Wilhelmina telah memindahkan pusat kekuasaannya ke luar negeri Belanda dengan semboyan ‘Nederland Zal Herrijzen’ (Nederland pasti berdiri kembali), di waktu itulah dalam perjalanan menghadiri Kongres Muhammadiyah ke-30 di Yogya, saya singgah di Bandung menemui Natsir dan M Isa Anshari. Itulah kenang-kenangan yang sukar dilupakan. Kami bertiga berpotret kenang-kenangan, yang sukar buat dilupakan…Saya duduk diapit oleh dua orang tercinta yang telah turut memperjuangkan gerak Islam di tanah air Indonesia. Natsir dan Isa Anshari.

Buya Hamka muda (duduk) diapit oleh Mohammad Natsir dan KH Isa Anshari.

Pertemuan di saat demikian adalah pertemuan yang sangat berkesan bagi kami dalam menyediakan usia menurut kesanggupan masing-masing bagi kepentingan Islam. Meskipun sudah berkali-kali bertemu sebelum itu, dan bergaul rapat pula sesudah Indonesia Merdeka, namun pertemuan di tahun 1941 di Bandung itu telah meninggalkan jejak dalam jiwa kami, dan telah menentukan ula kemana arah hidup yang akan kami tempuh. Usia saya pada pertemuan tahun 1941 itu baru 33 tahun (17 Februari 1908) dan Natsir lebih muda dari saya enam bulan (17 Juli 1908) dan Isa Anshari lebih muda dari kami berdua.

Perang Dunia ke II di Eropa mulai berkecamuk. Kita tidak mengerti ilmu tenung dan ramal, namun satu hal tetap terasa di jiwa kami, terbayang di wajah masing-masing, meskipun tidak terucap di mulut: Zaman depan, penuh harapan.

Saudara M Natsir dan Isa Anshari mengantar saya dan mengucapkan selamat berpisah. Dan sesampai saya di Hotel Islam Sumatera di Jakarta (Jalan Gajah Mada sekarang), terbacalah surat kabar Pemandangan yang menerangkan bahwa ayah saya di Sungai Batang Mannjau ditangkap Belanda. Kemudian itu beliaupun diasingkan ke Sukabumi…

Setelah itu merembetlah perang ke negeri kita dan Jepang pun masuk. (Bersambung).

Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia Depok.

Sumber: Muhammad Natsir 70 Tahun Kenang-Kenangan Kehidupan dan Perjuangan, Pustaka Antara Jakarta, 1978.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button