Polemik JHT: Sayang Seribu Sayang, Nasib Buruh Kian Malang
Paradigma ini jelas jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam naungan Islam penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya. Ia adalah pengurus dan perisai bagi rakyat, maka menjadi tanggung jawab penguasa memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Tanggung jawab ini termaktub dalam hadis, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari).
Alhasil, sistem Islam tidak mengenal jaminan hari tua (JHT). Sebab memang menjadi kewajiban penguasa untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat, bahkan hingga menutup mata. Jaminan ini pun tidak hanya untuk segelintir rakyat, tetapi untuk seluruh rakyat tanpa terkecuali. Jaminan ini diberikan oleh negara, tanpa memandang agama, bangsa, etnik, ras, dan sukunya.
Adapun pemenuhan kebutuhan dasar ini dibiayai dari baitulmal dan bersifat mutlak. Artinya, ada maupun tiada dana di baitulmal, negara tetap wajib mengadakannya. Sementara sumber dana baitul mal sendiri diperoleh dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum, jizyah, fa’i, kharaj, dll. Andai dana baitulmal tidak mencukupi, maka negara membuka pintu sedekah dan pajak bagi orang-orang kaya di kalangan kaum muslim saja.
Inilah mekanisme sistem Islam menyejahterakan rakyatnya. Hak rakyat terjaga. Hidupnya damai dan bahagia hingga hari tua. Penguasa pun benar-benar mengayomi rakyatnya. Sebab amanah yang diembannya benar-benar ditunaikan semata-mata demi kemaslahatan rakyat. Alhasil, kata sayang yang terucap pun bukan sekadar lip service belaka. Wallahu’alam bissawab.
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan