SUARA PEMBACA

Polemik JHT: Sayang Seribu Sayang, Nasib Buruh Kian Malang

Buruh tampaknya harus kembali menelan pil pahit. Tuntutan pencabutan aturan baru pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) tidak digubris oleh Bu Menteri. Harapan buruh mendapatkan JHT di tengah derasnya PHK pun kian tipis. Herannya, alih-alih memberikan solusi, tuan penguasa justru bergeming, menambah polemik.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah, menyebut aturan baru pencairan JHT merupakan bentuk sayang pemerintah kepada pekerja. (CNNIndonesia, 18/2/2022). Entah bentuk sayang seperti apa yang dimaksud oleh Bu Menteri. Faktanya, aturan baru tersebut menuai gelombang penolakan dari buruh karena dianggap merugikan. Buruh bahkan menuntut aturan baru pencairan JHT yang termaktub dalam Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 ini segera dicabut.

Seperti yang diketahui publik, elemen buruh melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Kemnaker, Jakarta, pada Rabu (16/2), merespons ditekennya Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022. Aturan baru ini terkait pencairan JHT yang hanya dapat dicairkan pada usia 56 tahun atau saat meninggal dunia.

Usai bertemu Bu Menteri, buruh pun tampaknya harus menelan kekecewaan. Sekretaris Jenderal KSPI, Ramidi, menyebut Menaker tidak dapat memastikan apakah akan mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini atau tidak. (pikiran-rakyat.com, 17/2/2022).

Sedihnya, saat polemik pencairan JHT bergulir, mengundang jeritan buruh, istana justru bergeming. Bungkam terhadap kerisauan para buruh, padahal Permen tersebut jelas tidak lepas dari persetujuan istana. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengungkapkan bahwa aturan tersebut telah mengantongi izin dari Setkab (Sekretaris Kabinet). (CNNIndonesia.com, 17/2/2022).

Andai pemerintah benar-benar sayang kepada pekerja, tentunya buruh tidak akan lantang bersuara menuntut haknya. Namun sayang seribu sayang, nasib malang tak terduga, aturan baru pencairan JHT yang kabarnya tidak melibatkan suara buruh, memupuskan harapan. Mimpi menerima dana JHT sebagai penopang hidup saat diterjang gelombang PHK, kini harus menunggu lebih lama lagi dengan aturan tak pasti.

Ironisnya, JHT sebagai hasil keringat pekerja, yang semestinya menjadi haknya, justru kabarnya ditempatkan dalam surat utang negara (SUN) untuk membiayai APBN. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, dalam keterangan resmi pada Kamis (17/2), mengungkapkan bahwa total dana program JHT mencapai Rp375,5 triliun pada 2021 atau naik sekitar 10,2 persen dari tahun sebelumnya, yang mayoritas dananya ditanam di SUN. (CNNIndonesia.com, 17/2/2022).

Saat rakyat tidak mendapat jaminan pemenuhan kebutuhan dasar dari negara, dana JHT justru digunakan untuk membiayai APBN. Sudah dipalak dengan berbagai macam pajak dan iuran, dana JHT-nya pun ikut digunakan untuk kepentingan segelintir pihak. Ya, rakyat tentu tidak menutup mata, bahwa berbagai proyek yang digagas pemerintah, kental berpihak kepada para oligarki kapital. Mirisnya, semua proyek tersebut dibiayai dari hasil memeras keringat rakyat.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah gambaran nasib buruh hari ini. Saat muda, tenaganya dieksploitasi habis-habisan demi menggerakkan perekonomian negara, sedangkan saat tua, negara seolah lupa menjamin kebutuhan dasarnya. Inilah nasib buruh dalam pusaran kapitalisme. Katanya disayang, faktanya nasibnya kian malang.

Polemik pencairan JHT, sejatinya tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme yang diagungkan negeri ini. Sistem ini memberikan perhatian istimewa kepada para kapitalis secara terang-terang. Sebab paradigma sistem ini memandang, bahwa negara merupakan regulator bagi kepentingan para oligarki kapital. Alhasil jangan heran, jika kemaslahatan rakyat pun dinomorduakan, termasuk jaminan kesejahteraan kaum pekerja pada hari tua.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button