OPINI

Poros Partai Islam: Siapa Untung Siapa Buntung?

Wacana seorang ketua umum partai politik Islam yang menginginkan adanya kembali poros partai Islam seperti saat awal reformasi dulu (poros tengah) membuat umat Islam punya harapan sekaligus keraguan. Ide “New Poros Tengah” ini bisa dikatakan datang di tengah perasaan tertindas dan terzalimi yang dialami sebagian umat Islam dalam bidang politik dengan salah satu indikator terkuat yaitu penahanan Habib Rizieq dan peristiwa penembakan KM 50.

Di satu sisi, sebagian umat Islam membutuhkan oase kanalisasi kekuatan politik yang dapat memberikan rasa keadilan terhadap tindakan yang dipersepsikan sebagai kezaliman dari rezim yang berkuasa saat ini. Timbul pertanyaan yang menggelitik, apakah ide poros partai Islam ini sebagai sebuah niat genuine untuk melindungi kepentingan umat Islam yang selama ini merasa dizalimi ataukah hanya sebagai “gimmick” elektoral untuk kompetisi politik tahun 2024 nanti?

Sebagian umat Islam merasa hanya menjadi pendorong “mobil mogok” dimana mobilisasi pemilih dengan segmen umat Islam hanyalah peristiwa “lima tahunan” untuk kepentingan elektoral sesaat. Fungsi-fungsi partai politik sebagai sarana rekrutmen, sosialiasi, agregasi dan artikulasi nyaris tak terdengar setelah Pemilu usai. Partai Politik dan rakyat seperti berjalan dalam kutub yang terkadang berlawanan, aksi-aksi massif jalanan dari sebagian kelompok umat Islam merupakan bukti bahwa partai Politik kurang responsif terhadap suara rakyat terutama umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri ini.

Indikatornya kini tampak jelas dilihat dari produk-produk peraturan yang tidak sensitif terhadap kepentingan umat, fakta terakhir adalah Perpres tentang invetasi minuman beralkohol yang menuai protes keras dari seluruh ormas Islam yang notabenenya turunan dari Omnibus Law yang banyak diprotes masyarakat yang disahkan oleh Parlemen itu sendiri (kekuatan Partai Politik).

Berkaca dari peristiwa sebelumnya, ada semacam rasa trauma dari umat Islam terhadap adanya usaha-usaha yang mengatasnamakan umat Islam apalagi jika para inisiatornya tidak mendapatkan kepercayaan dari umat itu sendiri. Kekuatan politik umat Islam dirasakan hampir lumpuh di parlemen saat ini, tidak lah usah berbicara masalah kepentingan umat, kepentingan rakyat yang nyata-nyata sangat genting saja sering luput disuarakan seperti impor beras yang overload, korupsi yang terjadi di Jiwasraya, Asabri, Jamsostek, pertanggungjawaban peristiwa KM 50 dan lain sebagainya.

Kelumpuhan partai-partai Politik termasuk Partai-Partai Islam saat ini dalam mengkritisi kehidupan berbangsa dan bernegara menjadikan agak meragukan untuk mempercayai bahwa ide “New Poros Tengah” ini sebagai niat genuine untuk melindungi kepentingan umat Islam yang hari ini dirasakan kurang mendapatkan respon yang baik dari Partai Politik yang ada terutama Parpol Islam. Mungkin bagi sebagian Umat Islam, pembicaraan “New Poros Tengah” seperti barang mewah yang tidak dibutuhkan saat ini karena urgensi saat ini adalah bagaimana perlindungan terhadap kezaliman yang dirasakan oleh sebagian umat Islam dapat diwujudkan. Untuk memastikan niat “New Poros Tengah” adalah genuine maka perlu beberapa indikator awal sebagai prasyaratnya.

Pertama, peristiwa penembakan laskar FPI pada KM 50 membuat sebagian umat Islam tidak bisa menerima begitu saja penjelasan aparat negara dan Komnas HAM, nyawa enam manusia harus hilang hanya untuk sebuah peristiwa penguntitan yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Bertele-telenya kepolisian menetapkan status tersangka membuat peristiwa ini menjadi misteri besar termasuk pembongkaran rest area KM 50 yang secara tiba-tiba dilakukan pasca kejadian.

Partai Politik Islam seharusnya yang paling vokal untuk menyuarakan penuntasan kasus ini, kedatangan TP3 ke Fraksi PKS, PAN dan PPP harus menjadi modal awal untuk menunjukkan keperdulian tersebut. Pembuatan hak angket bisa dimulai melalui koordinasi ketiga fraksi partai Islam tersebut. Jika ini dilakukan dan dapat membuka misteri peristiwa KM 50 dalam bentuk yang nyata, maka rasa percaya umat akan niat “New Poros Tengah” mungkin bisa didadapatkan.

Kedua, ada beberapa Rancangan Undang-undang yang perlu “dikeroyoki” bersama oleh Partai-partai Islam di parlemen terkait dengan kepentingan umat Islam seperti RUU Penghilangan Kekerasan Seksual yang sarat dengan paham feminisme liberal, RUU Ketahanan Keluarga yang cukup baik melindungi keluarga dari penetrasi penyimpangan seperti LGBT dan Seks Bebas, RUU Jaminan Produk Halal yang perlu diwaspadai karena akan lebih dimudahkan atas nama produktifitas ekonomi maupun masuknya produk impor, RUU Minuman Beralkohol yang sudah berlarut larut tidak diselesaikan karena pertarungan dengan kepentingan bisnis dan industri pariwisata, RUU perlindungan ulama yang menjadi payung hukum agar kriminalisasi terhadap ulama baik secara fisik maupun psikologi dapat dihilangkan dan yang terakhir keinginan menghidupkan kembali RUU Haluan Ideologi Pancasila walaupun hanya berganti nama dengan RUU BPIP.

Jika para Partai Islam tersebut dapat menuntaskan RUU yang disebutkan diatas maka niat “New Poros Tengah” mempunyai indikator hasil karya yang nyata karena secara otomatis jika RUU yang terkait dengan perlindungan umat dapat diselesaikan dan berdampak baik bagi kepentingan umat Islam maka niat “New Poros Tengah” sudah pasti mendapat tempat di hati umat Islam.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button